JAYAPURA—Peresmian Kantor Perwakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Port Moresby, Papua New Guinea (PNG) yang direncanakan digelar Selasa (18/6), sebagaimana disampaikan Ketua Komisariat Diplomasi Komite Nasioanl Papua Barat (KNPB) Pusat Warpo Wetipo, ternyata ditolak pemerintah negara tetangga tersebut.
Demikian disampaikan Consul atau Kepala Perwakilan di Konsulat Republik Indonesia Vanimo, PNG Jahar Gultom melalui surat elektronik yang dikirim kepada wartawan di Jayapura, Jumat (7/6). Dikatakan Jahar Gultom, sehubungan dengan isu pembukaan Kantor OPM di Port Moresby disampaikan. Pertama, Pemerintah PNG mengakui bahwa Papua adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menghargai hubungannya dengan Indonesia.
Kedua, Duta Besar RI di Port Moresby telah menyampaikan concern Pemerintah RI tentang hal ini melalui saluran diplomatik dan meminta agar Pemerintah PNG untuk tidak mengizinkan pembukaan Kantor Perwakilan OPM tersebut.
Ketiga, Pemerintah RI ini telah mendapat perhatian dari Pemerintah PNG dan berjanji akan mendalami masalahnya dan tak akan menolerir hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas PNG.
Keempat, Sekjen Departemen Luar Negeri PNG bahwa ada pihak di PNG yang memiliki afinitas atau persamaan kepentingan antara PNG dan RI.
Kelima, saat ini adalah masa terbaik yang ada dalam hubungan bilateral RI-PNG, dimana kedua Pemerintah sedang giat- giatnya meningkatkan kerjasama di berbagai bidang dan dalam waktu dekat Perdana Menteri PNG Piter O’Neill akan berkunjung ke Indonesia dengan delegasi yang besar.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Papua Kombes (Pol) I Gede Sumerta Jaya, SIK ketika dikonfirmasi diruang kerjanya, Jumat (7/6) mengatakan pihaknya pada Rabu (5/6) telah menerima surat pemberitahuan aksi demo damai pada Senin (18/6) dari Badan Pengurus Pusat (BPP-KNPB) yang ditandatangani Ketuanya Buchtar Tabuni, guna mendaftarkan Papua Barat bergabung dalam Melanesian Spearhead Group (MSG). Namun demikian, tandas Kabid Humas, pihak Polda tak memberikan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP).
Karenanya, kata Kabid Humas, pihaknya tak memiliki kewajiban memberikan pengamanan kepada aksi demo KNPB tersebut. Tapi bila aksi demo ini ternyata dilakukan, maka pihaknya akan melakukan upaya-upaya persuasif. Bila massa tetap memaksa akan dilakukan pembubaran. Dan bila ini terjadi tentunya kita akan menerapkan tindakan pidana makar yang diancam hukum penjara 20 tahun.
“Karena selama ini materi-materi yang selalu disuarakan KNPB adalah kemerdekaan Papua Barat dan menentang pemerintahan yang sah,” pungkasnya.
Alasan tak diberikan STTP, I Gede mengatakan, aksi demo tersebut mendukung atau menyuarakan kemerdekaan Papua Barat, karena didalam UU No 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Pasal 6 menyatakan warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menghormati hak-hak orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Selanjutnya, UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua Pasal 2 menyatakan Provinsi Papua sebagai bagian dari NKRI.(mdc/don/l03)
Sumber: Sabtu, 08 Jun 2013 11:00, Binpa