JAYAPURA—Polda Papua harus ‘putar otak’ untuk menghadapi dan menangkap kelompok sipil bersenjata yang bergerlya keluar masuk hutan di sejumlah daerah di Papua. Ini bukan pekerjaan gampang, pasalnya, kelompok sipil bersenjata ini tak bisa ditangkap sama seperti pelaku kriminal lainnya. Butuh cara dan penanganan sendiri.
“Seperti tersangka di Pirime. Kalau boleh kita panggil , supaya datang ke Polda atau ke Polres. Tetapi nggak mau hadir. Begitu kita mau tangkap mereka lawan bahkan menembak. Begitu kemudian anggota membalas dengan alasan membela diri dianggap pelanggaran HAM,” ujar Kapolda Papua Irjen (Pol) Drs. M. Tito Karnavian, MA ketika menyampaikan Press Release Analisa dan Evaluasi Sitkamtibmas di Papua di Mapolda Papua, belum lama ini.
Saat ini kata Kapolda pihaknya hanya berupaya melakukan penebalan jumlah aparat keamanan, khusunya di beberapa wilayah yang dianggap rawan. Seperti di Pirime penebalan aparat dilakukan dengan menambah Brimob 120 personil didukung TNI 30 personil total 150 personil.
“Itu baru kawan-kawan yang diatas mikir. Mau nyerang bunuh diri,” tukasnya.
Langka berikutnya yang dilakukannya, lanjutnya, berupaya mememenuhi peralatan , seperti Polisi di Tiom dilengkapi pakaian anti peluru sebanyak 15 personil dan aktif melakukan penggalangan kepada kelompok-kelompok sipil bersenjata agar tak melakukan aktivitasnya.
“Sementara anggota kita perkuat disana. Kalau kita lepas, nanti mereka jadi korban. Ini langka-langka kita yang paling utama. Dari pihak kita berupaya untuk melakukan deteksi kira-kira dimana target serangan mereka dan kemudian kita melakukan penebalan, memberikan perlengkapan serta memberikan perbantuan kepada mereka,” tukas dia. Diutarakannya, pihaknya menghimbau kepada media massa untuk mewawancarai anggota Polri yang bertugas di sejumlah daerah terpencil seperti Tinginambut, Lanny Jaya, Tiom dan lain-lain, termasuk kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi selama ini.
“Hal-hal human interest emacam ini perlku diangkat sehingga masyarakat bisa paham kesulitan mereka dan kemudian ada semacam tekanan dari publik kepada kelompok ini untuk tak menyerang. Polisi yang sudah berupaya memberikan pelayanan kepada masyarakat,” ungkap dia. (mdc/achi/l03)
Jumat, 04 Januari 2013 10:46, Binpa
Kalau ini bahasa Indonesia yang diucapkan seorang Kapolda, yang bergelar Masters of Arts (MA) maka ini Bahasa Indonesia sangat memalukan, lebih jelek daripada bahasa Indonesia orang Papua. Apakah yang salah sumber berita?