JAYAPURA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Barisan Merah Putih (BMP) RI Perwakilan Provinsi Papua, Yonas Nusi, mengatakan, selaku organisasi yang memperjuangkan hak-hak masyarakat orang asli Papua yang diatur melalui UU No 21 Tahun 2001 yang sesungguhnya UU telah memberikan sebuah kewenangan yang sangat luas kepada masyarakat dan pemerintah diseluruh tanah Papua untuk bisa melakukan aktifitas pemerintahan dan pelayanan publik dalam rangka pencapaian target kehidupan yang lebih baik dari waktu yang telah lalu.
Terkait hal dimaksud tersebut (UU otsus) bahwa pihaknya melihat sebuah harapan yang sangat besar karena Negara RI telah menyiapkan fasilitas Negara lewat putusan masyarakat asli Papua untuk masuk dalam sistem Negara dalam parlamen guna masyarakat adat asli Papua turut menentukan keputusan-keputusan politik dalam memberikan ruang keberpihakan sehingga orang Papua akan cepat makin setara dengan saudara-saudara nusantara yang lain
“Hal ini merupakan wujud dari komitmen NKRI percepatan pembangunan di Tanah Papua dan inilah yang diperjuangkan oleh BMP,”
tegasnya saat menghubungi Bintang Papua, Rabu, (23/10).
Guna mewujudnyatakan intisari komitmen Negara tadi, disatu sisi perlu seluruh stakeholder yang mendiami Tanah Papua khususnya pemimpin adat seluruh tanah Papua harus mampu menyatukan arah pandang pikir terkait peluang yang sangat baik dimana secara cuma-cuma pemimpin atau utusan adat masuk kedalam parlamen.
Untuk maksud tersebut diatas organisasi BMP RI akan mengundang seluruh stakeholder untuk bisa hadir dalam sebuah musyawarah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mana Negara telah mengakui hak konstitusi orang asli Papua untuk masuk kedalam parlamen.
Olehnya itu kami akan mengundang utusan dewan adat, utusan LMA, organisasi perempuan, organisasi pemuda yang dibentukl dan berkantor pusat di Papua (non organisasi pemuda nasional), pimpinan agama, dewan presidium Papua, termasuk TPN OPM, dan masyarakat asli Papua yang ada di perantauan untuk duduk sama-sama membicarakan tentang hak konstitusi rakyat asli Papua yang dianulir selama ini oleh pelaksana Pemilu yakni KPU Provinsi Papua yang membagi jatah kursi tanpa memperhitungkan hak orang asli Papua yang diamanatkan UU Otsus.
“Meski putusan MK sudah jelas mengenai 11 kursi itu, tapi kenyataannya pemerintah daerah, DPRP dan KPUD Provinsi Papua tidak secara langsung telah mensolimi hak-hak adat rakyat Papua,”
tandasnya. (nls/aj/lo2)
Ditulis oleh Redaksi Binpa, 25 Oktober 2012 06:35