Sabtu, 13 Oktober 2012 07:01, BintangPapua.com
JAYAPURA – Dikukuhkannya dan diproklamirkan Raja-Raja di Tanah Papua yang dilakukan dalam upacara adat, ditandai dengan ditabiskannya Alex Mebri Meden Yansu Meiran selaku Raja di tanah ini oleh raja-raja dari daerah, diantaranya Raja dari Teluk Saireri, Emanuel Koyari, dan Christian Mehuze selaku keturunan putri raja dari Selatan, dan raja-raja se-tanah Papua, ternyata bukan hanya sampai disitu saja. Sebab ternyata sudah ada draf (Rancangan) Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang sistem pemerintahan raja di Tanah Papua.
Raja Alex Mebri Meden Yansu Meiran, mengatakan, rancangan Perdasus tersebut jika tidak ada halangan, Senin, (15/10) draf dimaksud telah diserahkan kepada Majelis Rakyat Papua (MRP) yang selanjutnya digodok dan diserahkan ke DPRP untuk disahkan menjadi Perdasus. “Ya Senin Minggu depan draf itu kami sudah serahkan ke MRP. Materi drafnya sudah final kami Finalkan,” ungkapnya kepada Bintang Papua, saat dihubungi via ponselnya, Jumat, (12/10).
Dijelaskan, draf Perdasus dimaksud memiliki 6 Bab dan 13 pasal yang memuat tentang pengawasan dan perlindungan raja terhadap pemerintah, susunan, kedudukan dan mekanisme raja, larangan dan sanksi, lambang/panji kebesaran raja, dan pakaian kebesaran raja.
Berikutnya secara singkat, point penting dari draf itu adalah pertama, raja yang berkedudukan di tingkat kampung, distrik dan kabupaten mempunyai kewenangan melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap bupati, distrik dan kampung, demikian juga raja yang berkedudukan di tingkat provinsi dan pusat mempunyai hak dan kewajiban melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap gubernur, presiden dan menteri-menteri. Kedua, raja dapat menimbang keputusan yang diputuskan kepada masyarakat hukum adat agar tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akibat keputusan hukum. Disamping itu pula kedudukan raja ditingkat provinsi disebut raja tingkat provinsi, begitu juga berlaku pada kabupaten/kota hingga kampung-kampung.
“Jadi ini bukan Negara tapi bentuk kerajaan yang namanya Kerajaan Papua Barat New Guene/Malanesia. Pembentukan Raja ini juga merupakan amanat dari UU No 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus,” tegasnya.
Ketiga, raja-raja di tanah Papua dari masing-masing tingkatan sampai tingkat keret dilarang melakukan tugas raja dalam kegiatan politik praktis dan dilarang keras untuk menerima sogokan dalam bentuk apapun karena berujung pada kesengsaraan rakyat.
Lanjutnya, yang jelas didalam sistem pemerintahannya menganut sistem kerajaan yang memiliki kabinet dan perdana menteri yang tugas pokok dan fungsinya menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan bagi rakyat Papua dan dunia, sebab kedepannya tanah Papua yang adalah tanah yang diberkati Tuhan akan memberikan makan kepada semua suku bangsa di dunia ini.
Ditegaskannya, kerajaan Papua hadir untuk mengatur Indonesia dan dunia yang berantakan akibat dari perbuatan dosanya sendiri baik dosa rakyatnya maupun para pejabatnya yang melawan terhadap kehendaj Firman Tuhan. Itu sangat penting karena tanah Papua merupakan tanah perjanjian Allah.
Mengenai sistem pemerintahan di Negara ini, dirinya telah bertatap muka secara langsung dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk merubah sistem pemerintahan Negara ini menjadi Negara Federal, dan hal itu telah disetujui oleh Presiden SBY.
“Saya dan kabinet saya baru di panggil oleh pemerintah Jakarta untuk melakukan pertemuan besar dengan sejumlah Negara diantaranya Hongkong, Perancis, Brunei Darusalam, beberapa Negara di pasifik. Pertemuan itu dijadwal Minggu depan dengan agenda membahas mengenai pembangunan di Papua disegala aspek/bidang,” terangnya.
Sementara itu, mengenai perbedaan kekuasaan raja dan presiden, yakni, pertama, Raja berkuasa pada individu, suku, bangsa dan ras, tetapi presiden adalah akibat hukum dan politik, Presiden tampil dengan julukan adat “Mambai” artinya bukan dari keturunan bangsawan tetapi karena keberhasilan menyelamatkan raja, ras, suku, bangsa dan keret/marga, maka diterima dan dijuluki Mambri.
Kedua, Presiden dalam Negara manapun di muka bumi secara adat disebut pria dan putrid berwibawa sehingga dari sudut pandang kultur adat keturunan bangsawan/Raja menilai bahwa Presiden tidak menghormati rajanya akibat demokrasi dan politik, presiden tidak menata adat secara terhormat, sehingga bilamana struktur adat keturunan bangsawan/Raja dipersiapkan dan atau dibuat aturan maka bisa tampil juga sebagai Mambri/Presiden melalui musyawarah dan mufakat.
Ketiga, ada kewenangan yang membedakan yaitu presiden tidak memiliki hak keturunan tetapi raja memiliki hak keturunan darah turun temurun. Keempat, raja dapat bersabda, tetapi presiden sebatas instruksi. Raja secara kultur dikuduskan dan tidak ada dusta, tipu muslihat, dan tidak kotor dalam kepemimpinannya, tetapi sebaliknya pada presiden. Kelima, Raja sebagai penasehat-penasehat Presiden maka Presiden wajib melayani raja.
“Jadi sistem pemerintahan yang benar adalah Raja melindungi pemerintah dan rakyatnya. Raja dan adat terbuka dalam perbuatan kebenarannya serta Raja dan adat merupakan suatu keilahian dalam kehidupan sehari-harinya,” pungkasnya.(nls/don/l03)
Kerajaan di Tanah Papua? Satu Kerajaan mengepalai kerajaan lain di Tanah Papua? Satu kerajaan untuk Tanah Papua bagian Barat saja? Tanah Papua yang mana? Bangsa Papua yang mana? Raja yang mana?
Dasar NKRI, sudah kehilangan akal! Sayang! dan Menyedihkan!