
BiakNews 1 May, 2012, Aksi demonstrasi yang dilakukan Komite Nasional West Papua ( KNPB) secara nasional dan menyeluruh di West Papua dalam rangka Hari Aneksasi bangsa West Papua juga dilaksanakan di Biak.
Komite Nasional Papua Barat Wilayah Biak pada tanggal 1 Mei 2012 mengadakan aksi demonstrasi damai untuk menyatakan kepada dunia bahwa proses pengabungan West Papua kedalam Negara Indonesia tidak sah dan Ilegal. Tanggal 1 Mei adalah hari Aneksasi bangsa West Papua, tanggal 1 Mei 1963 berdasarkan Perjanjian New York 15 Agustus 1962 Belanda sebagai bekas koloni di West Papua menyerahkan Wilayah West Papua kepada PBB yang disebut UNTEA, dan selanjutnya PBB ( UNTEA) menyerahkan wilayah West Papua untuk dikuasai oleh penjajah baru yaitu Negara Indonesia.
Aksi demonstrasi KNPB Biak ini dihadiri oleh sejumlah anggota Parlemen Nasional asal Fraksi Saireri. Diakhir Demonstrasi KNPB Biak itu Wakil Ketua Fraksi Saireri dari Parlemen Nasional West Papua Mr, Esau Mansembra menyampaikan pidato politik atas nama Fraksi Saireri Parlemen Nasional West Papua.
Mr. Esau Mansembra mengatakan West Papua adalah masalah hukum international, dimana Perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang dibuat Indonesia, Belanda dengan perantara Amerika dan didukung oleh PBB merupakan akar dari masalah West Papua. Rakyat West Papua dijadikan obyek dalam perjanjian New York 1962, akibatnya Rakyat West Papua menjadi korban dari kepentingan mereka.
Perjanjian New York 1962 merupakan alat yang dipakai Indonesia untuk melakukan invasi ke territorial West Papua untuk menguasai territorial West Papua dan mengagalkan sebuah cita-cita Kemerdekaan West Papua. Pembunuhan, penembakan, penangkapan, penyiksaan dan perampasan yang mana merupakan tindakan kejahatan kemanusiaan Pemerintah Indonesia dari tahun 1963-1969. Selama 7 ( tujuh) tahun yaitu dari tahun 1963-1969 Rakyat West Papua hidup dibawah kekuasaan Senjata dan tindakan militer Indonesia dipaksa menyatakan sikap bergabung dengan Negara Republik Indonesia.
1.025 orang West Papua dibawah ancaman Senjata Negara Indonesia dipaksa dan ditunjuk untuk menyatakan sikap bergabung dengan Negara Republik Indonesia. PEPERA 1969 Ilegal, Pelaksanaanya tidak adil, tidak jujur dan tidak demokrasi serta tidak dilaksanakan berdasarkan praktek international.
Lanjut Wakil Ketua Fraksi Saireri itu mengatakan Walaupun Jakarta klaim bahwa West Papua adalah bagian dari Negara Republik Indonesia namun bagi masyarakat West Papua adalah West Papua bukan bagian dari Negara Republik Indonesia dan pengabungan West Papua ke Negara Indonesia merupakan pelanggaran hukum international dan hak asasi manusia.
Sampai saat ini masyarakat West Papua masih terus menerus menuntut pentingnya pelaksanaan hak penentuan nasib sendiri, dan ini membuktikan bahwa status politik West Papua menjadi ganjalan utama Jakarta Papua.
Referendum adalah salah satu pelaksanaan dari bagaimana mewujudkan hak penentuan nasib sendiri secara adil, demokrasi, dan jujur. Mekanisme Referendum artinya hak dikembalikan kepada rakyat West Papua untuk menyatakan sikapnya secara adil, jujur, demokrasi dan damai.
Indonesia, Belanda, Amerika dan PBB telah melakukan suatu perjanjian international tentang West Papua, perjanjian itu disebut New York Agreement 15 Agustus 1962, mereka telah berjanji untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak manusia khususnya masyarakat West Papua. Namun janji-janji mereka yang mereka tuangkan dalam suatu naskah perjanjian international itu tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ini berarti maka, logis saja jika kepada mereka dibebankan kewajiban, karena mereka itulah yang berjanji, dan setiap janji yang telah dinyatakan pasti mengandung prinsip kewajiban.
Kewajiban mereka untuk melaksanakan apa yang mereka janji itu tidak dilaksanakan, ini berarti bahwa mereka lalai dan gagal dalam melaksanakan perjanjian yang mereka sendiri lakukan. Jika negara gagal atau lalai menunaikan janjinya dan kewajibanya, maka negara pulalah dituntut tanggung jawabnya.
Kita harus tuntut Indonesia, Belanda, Amerika dan PBB mempertanggung jawabkan kewajiban mereka dalam pelaksanaan Perjanjian New York 1962, karena mereka itulah yang berjanji untuk sebuah penentuan nasib sendiri bagi masyarakat West Papua pada tahun 1969. Mereka yang berjanji dan mereka yang mengingkari atau melanggar janjinya sendiri untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak manusia masyarakat West Papua. Karena merekalah yang melanggar atau mengingkarinya dan atas pengingkaran atau pelanggaran ini pula mereka ( Belanda, Indonesia, Amerika dan PBB) ditutut tanggung jawabnya.
Lanjut Wakil Ketua Fraksi Saireri itu mengatakan Hari ini dan seterusnya kita terus berkampanye guna suatu kesadaran tentang Papua Barat untuk memperkenalkan kasus legal tentang orang Papua Barat yang mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri berdasarkan hukum international.
Semua orang Papua Barat hidup dalam penjara selama mereka dibawah kekuasaan Administrasi Indonesia. Sudah 40 tahun lebih orang Papua Barat hidup dalam suatu penjara. Mari kita memperjuangkan prinsip-prinsip hukum international dan Hak Asasi Manusia sehingga orang West Papua dapat memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri yang harus dilakukan oleh PBB.
Papua Barat adalah sebuah kasus illegal atau tidak sah berdasarkan hukum international yang dilakukan sendiri oleh PBB, dan masyarakat international ada terlibat dalam masalah West Papua. Pelaksanaan PEPERA 1969 penuh dengan pelanggaran dan kejahatan-kejahatan kemanusiaan. Maka, sangat penting untuk kita bangun suatu solidalitas untuk memperjuangkan masalah Papua Barat ini ke level hukum International meminta tanggung jawabn mereka.
Masalah utama bangsa Papua Barat adalah status politik wilayah Papua Barat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang belum final, karena proses memasukan wilayah Papua Barat dalam NKRI itu dilakukan dengan penuh pelanggaran terhadap standar-standar, prinsip-prinsip hukum dan HAM internasional oleh Amerika Serikat, Belanda, Indonesia dan PBB sendiri demi kepentingan ekonomi politik mereka. Karena proses itu merupakan hasil kongkalingkong (persekongkolan) pihak-pihak internasional, maka masalah konflik politik tentang status politik wilayah Papua Barat harus diselesaikan di tingkat internasional.
Belanda sendiri kita perlu menyadarkan dia dan menuntutnya untuk mempertanggungjwab tanggung jawabnya atas persoalan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat West Papua. Di sisi lain Belanda mempersiapkan sebuah hak Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat West Papua namun disisi lain Belanda menyerahkan wilayah West Papua ke Negara Indonesia melalui PBB ( UNTEA). ( Ungkap Mr. Esau Mansembra).
Berdasarkan prinsip-prinsip hukum international, standar-standar hak asasi manusia dan Piagam PBB setiap rakyat yang dijajah mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri.
Kasus West Papua berdasarkan hukum international adalah bentuk dari kolonial. Dimana Belanda sebagai bekas koloni lama West Papua menyerahkan wilayah jajahannya kepada Indonesia sebagai penjajah baru. Proses ini mensampingkan Hak fundamental rakyat West Papua sebagai pemilik dan penguni wilayah itu. Ini adalah gaya dan cara kolonial. Bentuk Kolonial dilarang oleh hukum international. Negara penjajah mempunyai kewajiban hukum international untuk menghormati, memajukan dan memenuhi pelaksanaan Hak Penentuan Nasib sendiri bagi rakyat dan wilayah jajahannya untuk menentukan masa depan mereka.
Sekali lagi saya ingin katakan bahwa :PEPERA 1969 ILEGAL cacat berdasarkan hukum international karena pelaksanaannya tidak adil, tidak jujur, tidak demokrasi. Hak Penentuan Nasib Sendiri belum dilaksanakan di West Papua berdasarkan prinsip-prinsip hukum international, standar-standar hak asasi manusia dan Piagam PBB. Dan Rakyat West Papua mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri berdasarkan prinsip-prinsip hukum international, standar-standar hak asasi manusia dan PiagamPBB,( Ujarnya).