THURSDAY, 10 NOVEMBER 2011 21:12, EVEERT JOUMILENA
JUBI — Pengamat politik dan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI) Prof Dr Ikrar Nusa Bhakti menilai wilayah Papua ini memang tetap ingin dijaga sebagai military training field (area latihan militer-red), karena selain Aceh Darulsallam hanya Papua yang paling natural atau alami untuk wilayah itu.
“Anda tahu setelah Aceh sudah tidak ramai lagi! Satu-satunya wilayah yang bisa dijadikan wilayah MilitaryTraining Field yang natural itu ya cuma Papua! Buat saya, kalau memang terus-menerus dipertahankan seperti itu maka itu bener-bener imoral . Tidak bermoral!,” ucap Ikrar Nusa Bhakti di sela-sela rehat acara forum diskusi poilitikdi Kamoro room Grand Tembaga hotel, Timika, Kamis (10/11).
Alasannya sederhana lanjut dia, karena itu tidak hanya akan membuat rakyat itu menjadi musuh bagi militer atau polisi tetapi juga akan membuka kesempatan bagi orang-orang luar untuk melakukan apa yang disebut dengan humanitarian intervention (Intervensi kemanusiaan-red).
Mungkin awalnya pada kadar yang masih rendah, kata Ikrar, cuma sekedar bertanya, mengkritik atau membuat kegiatan di luar negeri. Tapi kalau suatu saat benar dalam tanda kutip menjadi “membara,” maka apa yang namanya responsibility to protect (tanggung jawab untuk melindungi rakyat-red) jelas akan bisa dijalankan pihak luar itu.
“Tanggung jawab untuk melindungi rakyat itu akan dijalankan dan anda tahu? Itu bisa saja sebagai tameng bagi negara-negara seperti Amerika Serikat atau pun Eropa untuk berbuat sesuka hatinya terhadap suatu negara yang memang menjadi bulan-bulanan politik dan ekonominya,” katanya mengingatkan.
Kasus Libya, Irak dan Afganistan, serta Mesir adalah contoh-contoh dari kenyataan itu. Arti dari semua polemik ini, pemerintah mengapa sampai membiarkan proses ini berlanjut dan bukannya melakukan apa yang harusnya dilakukan pemerintah.
Menurut Ikrar, itu yang juga membuat dirinya selaku pengamat politik bertanya, adalah suatu yang sangat sumir atau terlampau awal untuk menuduh bahwa, OPM adalah pelaku dibalik semua kejadian di Freeport. Sangat berlebihan juga, kalau Menkopolhukam mengatakan bahwa, tidak ada yang bsia membuat solusi di tanah Papua kecuali Tuhan!
“Kalau memang kutipan di Metro TV atau TV One itu benar? Wah, menurut saya berhenti saja deh dari Menkopolhukam! Kenapa demikian? Karena tadi saya katakan bahwa penyelesian masalah Papua itu, memang rumit tapi tidak susah-susah amat koq! Artinya tidak harus dengan dar der dor karena diajak ngomong itu orang juga mau kan?,” tekan Ikrar.
Disinggung tanggapan soal pendapat tokoh Papua seperti mantan Menteri Perikanan dan Kelautan TI, Fredy Numberi yang mengajak semua pihak memahami bahwa persoalan NKRI harusnya tidak dimengerti sebagai ‘harga mati’ dalam tanda kutip seperti yang dirilis dalam acara Indonesia Lawyers Club di TVOne.
Ikrar menimpali, bukan hanya Numberi tetapi mantan menteri Pertahanan dan Keamanan RI,Prof Dr Yuwono Sudarsono juga pernah mengatakan hal itu. NKRI itu harga hidup! Artinya, segala sesuatu itu bisa dinegosiasikan! Merdeka bagi Papua juga harga hidup dan bukan harga mati! Artinya bisa dinegosiasikan.
“Kalau orang Papua yang sempat mengatakan Merdeka adalah harga mati! Saya juga jadi tidak mengerti kenapa jadi ikut-ikutan pemerintah pusat,” tanyanya.
Namanya politik itu, lanjut Ikrar menjelaskan, tidak ada istilah harga mati! Buat apa ada istilah bargaining position atau tawar menawar? Jadi semuanya itu, buat pakar politik yang sering juga didengar kritikan pedasnya di televisi, masih bisa didiskusikan.
Bahkan selaku pengamat politik senior di Indonesia, Ikrar yang dimintai solusi kritisnya terkait masalah-masalah di Papua ini menekankan bahwa, dirinya mendukung apa yang pernah dipikirkan dan disampaikan DR Neles Tebay penulis buku yang menawarkan dialog sebagai solusi damai di Papua.
Tebay, menurut Ikrar pernah mengatakan sebaiknya tiga komponen yang memiliki senjata itu menghentikan gerakan-gerakan yang bikin susah rakyat di Papua. Namun, dari sisi rakyat juga, harus bisa dibuat kesepakatan bersama mengenai siapa yang akan menjadi juru bicara bagi orang Papua. “Jangan juga seperti hasil dari seminar damai yang pernah digelar, yang kemudian mengambil orang yang ada di luar negeri semua kan. Saya kira, pemerintah juga harus bersedia membuka dialog itu karena memang pada saat pertama orang mungkin akan berteriak dulu!,” kata Ikrar menyimpulkan. (Tabloidjubi.com/J08/J05)
Iya bener sekali…. Pa prof.ikrar atas komen’nya, karena para pejabat indonesia di jakarta itu memang sangat pintar namun penerapan sistemnya dengan pendekatan militerisme terhadap seluruh masyarakat papua bukan membawa solusi untk penyelesaian konflik yang sedang trjadi tapi malah semakin memperkeruh situasi, yang di condong dgn senjata tujuannya agar menakut-nakuti, mengejar dan memburuh rakyat sendiri pada ujung2nya menghilangkan nyawa mereka (masy.papua) maka, tidak ada jalan laen bagi kami orang papua hanya meminta perlindungan kepada orang asing…. Cara mereka (indonesia) masih berlaku terus_menerus dan setiap persoalan yang terjadi tunduhan hanya selalu kpd org papua, maka situasi di papua tak akan pernah berakhir tetapi usaha perjuangan dan pasti papua merdeka suatu kelak…..!
Keberadaan militer di Papua untuk melindungi rakyat Papua dari kekejaman separatis OPM sekaligus menjaga kedaulatan NKRI. Kita sebagai warga bangsa harus ikut bertanggungjawab untuk menjaga NKRI dari ancaman separatisme.Separatis OPM harus dienyahkan dari bumi pertiwi.