JAYAPURA—Anggota Komisi A DPRP yang antara lain membidangi masalah politik dan HAM Ny. Yani menegaskan, semua pihak jangan berspekulasi dengan tuntunan sejumlah pihak yang menginginkan pemerintah Indonesia mengakui kedaulatan rakyat Papua. Pasalnya, pelbagai macam rasa ketidakpuasan terhadap pelaksanaan pemerintahan yang berdampak kepada kesejahteraan adalah suatu tantangan bagi pemerintah Indonesia. “Yang paling mendasar adalah rakyat harus terpenuhi sandang dan pangan,” demikian disampaikan Ny. Yani ketika dihubungi Bintang Papua diruang kerjanya, Senin (22/8) terkait hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I International Lawyers for West Papua (ILWP) dari Oxford, Inggris, Sabtu (20/8) bahwa bangsa Indonesia segera mengakui kedaulatan bangsa Papua yang telah merdeka sejak 45 tahun yang lalu.
Menurut dia, bukan hanya di Papua saja di Provinsi lain manakala kesejahteraan yang paling mendasar dan hakiki itu tak terpenuhi, maka akan ada keinginan keinginan atau suatu impian bahwa kalau merdeka itu semuanya akan lebih baik padahal tak seperti itu.
Karena itu, lanjutnya, pihak menghimbau kepada pemerintah pusat membuat kebijakan untuk melindungi potensi- potensi alam agar tak dikuasai pihak asing.
“Saya katakan memang dalam hal hal tertentu kita belum merdeka seutuhnya kita punya ekonomi. Kita punya sumber potensi alam masih dikuasai negara asing. Ketika kita sudah terpenuhi kita tak lagi kelaparan tidak kedinginan maka keinginan untuk merdeka itu sudah terpenuhi,” tukasnya.
Dia mengatakan rakyat Papua tak pernah melihat serta tak dilibatkan rakyat Papua ketika berlangsung KTT I ILWP di Oxford, Inggris, Selasa (2/8) lalu.
Sebagaimana diwartakan koran ini, Pendiri International Parlement for West Papua (IPWP) Benny Wenda dalam Live Phone dari Oxford, Inggris yang diperdengarkan kepada massa pendukung kemerdekaan di Makam Theys di Sentani, Kabupaten Jayapura, Sabtu (20/8) menghimbau kapada bangsa Indonesia untuk segera mengakui kedaulatan Bangsa Papua yang sudah merdeka sejak 45 tahun yang lalu, karena sesuai dengan fakta yang ada PEPERA 1969 adalah cacat hukum.
Sementara hasil KTT ILWP dibacakan Sekjen Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Trapen antara lain. Pertama, kami telah mendengar sekarang situasi yang paling buruk dan serius di papua Barat.
Kedua, akar masalah peristiwa ini terletak pada kegagalan Hak Penentuan Nasip Sendiri PEPERA atau Act of Free Choice pada tahun 1969. Ketiga, oleh karena itu kami kembali mendeklarasikan Pengacara Internasional Papua Barat, secara khusus bahwa orang Papua Barat memiliki hak mendasar untuk menentukan nasip sendiri dibawa hukum internasional bahwa hak itu masi belum dilakukan.
Keempat Kami menyerukan kepada semua negara untuk bertindak kepada ketingkatan yang lebih tinggi dan dengan darurat mendesak kepada PBB menuntut orang-orang Papua Barat agar diberikan kesempatan untuk menentukan nasib sendiri. (mdc/don/l03)
Senin, 22 Agustus 2011 17:28
MRP itu kumpulan orang2 yang hidup untuk diri sendiri.. manusia2 tak pny hati. dasar kacang lupa kulit