JAYAPURA–Lembaga Masyarakat Adat Malind Anim di Merauke mendesak PT Medco Papua Industri Lestari segera membayar ganti rugi penggunaan lahan seluas 2.800 hektar yang dipakai sebagai hutan tanaman industri di Buepe, Distrik Okaba, sebesar Rp45 miliar.
Perusahaan milik Arifin Panigoro itu dinilai telah merampas hak masyarakat adat dan tidak menepati janji. “Ya mereka harus bayar, itu juga desakan dari masyarakat, jadi tidak boleh ada alasan lagi,” kata Albert Gebze Mouyend, Wakil Ketua LMA Malind Anim, Selasa (9/8).
Ia mengatakan, PT Medco yang sudah beroperasi selama dua tahun tidak pernah memberi peluang bagi pemilik tanah untuk berkembang. “Masyarakat sudah menunggu sangat lama, nilai ini juga sudah turun dari sebesar Rp65 miliar, seharusnya perusahaan tanggap dan melunasi,” ujarnya.
Menurutnya, tarik ulur pembayaran tanah dapat membuka pintu terjadinya konflik berkepanjangan. LMA kata dia juga mendukung seluruh upaya masyarakat yang berencana akan menyegel dan menyita barang milik perusahaan. “Pemilik perusahaan harus datang ke Merauke dan menyelesaikan masalah ini, kalau tidak bisa ada konflik,” kata Albert.
Tuntutan masyakarat kampung Sanggase, di Distrik Okaba diajukan semenjak tujuh bulan lalu. Alhasil, hingga kini perusahaan belum juga menunjukkan tanda-tanda akan membayar. “Kami minta etikat baik dari perusahaan, jangan putar-putar lagi,” kata Amambol Balagaize, warga Sanggase. Sementara itu pihak Medco Papua menyatakan belum sanggup membayar sesuai permintaan warga. Tuntutan dirasa begitu besar dan tidak tepat. “Ini sangat berat,” kata Aradea Panigoro, pimpinan PT Medco Papua Industri Lestari di Merauke.
Aradea menuturkan, perusahaan hanya bisa menyelesaikan tanggungjawabnya sebesar Rp8 miliar yang diangsur bertahap. Pihaknya juga bersedia membangun fasilitas umum dan mendirikan tempat ibadah.
Bupati Kabupaten Merauke, Romanus Mbaraka menegaskan, pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam masalah tersebut. Pemerintah menginginkan polemik pembayaran ganti rugi bisa diselesaikan segera. “Kami hanya memediasi, tapi ini semua tergantung pada perusahaan, pemerintah juga tidak akan membuat masyarakat menunggu lama,” pungkasnya. (jer/roy/lo2)
Ditulis oleh redaksi binpa
Rabu, 10 Agustus 2011 15:30