
JAYAPURA— Sidang kasus kekerasan oleh Anggota TNI terhadap seorang warga sipil (Pendeta Ginderman Gire) di Puncak Jaya 17 Maret 2011 lalu, kembali dilanjutkan di Mahkamah Militer (Mahmil) III-19 Jayapura, Senin (25/7), dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Terungkap dalam persidangan kemarin, korbannya yang nota bene seorang pendeta bernama Gire, dipukul karena tidak bisa berbahasa Indonesia dan mencoba merampas senjata ketika dipukul, serta secara tidak sengaja tertembak ketika terjadi baku rampas senjata antara terdakwa dengan korban.
Kasus ini melibat 3 anggota TNI dengan dakwaan melakukan kekerasan terhadap korban. Mereka adalah Sertu Saut Tong Sihombing, Prada Hery Purwanto dan Pratu Hasirun.
Ketiga anggota TNI tersebut berasal dari satuan Batalyon Infantri 753/AVT Nabire. Dalam persidangan kemarin, Prada Hery Purwanto dan Sertu Saut Tong Sihombing diperiksa sebagai saksi. Sementara Pratu Hasirun dimintai keterangannya sebagai terdakwa. Dalam kesempatan kali ini sebenarnya, juga akan menghadirkan saksi dari warga sipil yang berjumlah 2 orang, yaitu Yakob Wenda warga Puncak Jaya dan Samsul sopir pengangkut bahan makanan dari Wamena-Mulia. Namun untuk persidangan kali ini hanya Prada Hery Purwanto yang dimintai keterangan karena sidang akan dilanjutkan lagi sehari kemudian. Atas perlakuan tiga anggota TNI ini, mereka dituding telah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana termuat dalam KUHP Militer pasal 351 ayat 1 junto pasal 103 ayat 1. Penganiayaan yang didakwakan mengakibatkan meninggalnya salah seorang warga bernama Ginderman Gire. Ketiga oknum korps berbaju loreng ini juga dianggap tidak mentaati perintah dinas. Korban yang disiksa satu diantaranya seorang pendeta bernama Ginderman Gire.
Persidangan itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Letnan Kolonel Adil Karokaro, beranggota Mayor B Indrawan dan Mayor Syarifuddin Tarigan. Usai pemeriksaan dua saksi tersebut, saksi selanjutnya hendak dimintai keterangan, namun tak hadir dengan alasan sementara ini sedang menjalankan tugas pramtama di wilayah Puncak Jaya. Atas alasan yang diberikan oleh Oditur, hakim menunda persidangan. Agenda persidangan selanjutnya masih dalam pemeriksaan saksi.
Prada Hery Purwanto saat dimintai keterangan oleh hakim mengatakan, ketika itu dirinya menyiksa korban, Ginderman Gire lantaran saat ditanya tak bisa berbahasa Indonesia. Dia juga mengaku, menyiksa dua rekan korban yang juga diinterogasi secara bersamaan. “Saya pukul dua kali dengan tangan. Pukulan ke arah wajah korban dan dua temannya. Satu orang berbadan besar dua lainnya berbadan kecil termasuk Ginderman Gire,” ujarnya saat ditanya Oditur.
Ketika dipukul, lanjut Hery, korban baru memberikan kejelasan dengan berbahasa Indonesia. Mereka dipukul lantaran hendak merampas senjata.
Dalam rentetan kejadian sebelumnya yang telah disidangkan, peristiwa penganiayaan terhadap Ginderman Gire terjadi sejak 17 Maret 2011. Saat itu Lettu Inf Sudarmin selaku Dan Pos Illu Puncak Jaya Papua memerintahkan para tersangka untuk melakukan patroli ke arah Mulia, ibukota Puncak Jaya. Para tersangka melaksanakan perintah itu dengan mengikuti konvoi mobil rombongan pengangkut bahan makanan.
Setibanya di Pintu Angin Kalome, seorang sopir pengangkut bahan makanan dari Wamena-Mulia melapor ke Sertu Saut Torang Sihombing, ada seorang warga bernama Ginderman Gire meminta bahan bakar minyak. Sertu Saut Torang Sihombing kemudian mendatangi korban guna menanyakan maksud dari permintaan itu. Saat itu, terdapat juga seorang warga lain bernama Pitinus Kogoya.
Sertu Sihombing menanyakan keduanya, tapi tak mendapat jawaban. Tindakan itu memicu emosi Sertu Sihombing yang kemudian memukul Ginderman Gire dibagian dada serta menempeleng Pitinus Kogoya dibagian pipi. Dipukul, Ginderman Gire kemudian memberikan jawaban. “Saya tidak takut pada TNI karena saya juga punya teman di atas Gunung 30 orang lengkap bersenjata,” ujar Prada Hery Purwanto menirukan perkataan Pitinus rekan Gire saat itu.
Mendapat jawaban itu, Sertu Sihombing lalu menangkap dan menyerahkan dua warga sipil itu, kepada Prada Hery Purwanto dan Pratu Hasirun untuk diinterogasi. Saat diinterogasi, warga sipil itu kemudian dipukuli. Saat itu Pitinus Kogoya bersama salah satu rekan berupaya melarikan diri dengan meloncat ke jurang. Pratu Hasirun kemudian menembakan senapannya ke atas sebagai tembakan peringatan, untuk menghentikan Pitinus Kogoya.
Secara bersamaan Ginderman Gire mencoba merampas senapan yang dipegang Hery Purwanto, namun tidak berhasil karena posisi senapan dikalungkan ke badan. Lalu secara refleks Hery Purwanto menembakan senapan jenis SS1 V-1 ke arah Ginderman Gire. Tembakan itu mengenai punggung tembus dada kiri. Tujuan penembakan itu agar Ginderman tidak lari.
Melihat kejadian itu, Sertu Saut Torang Sihombing menanyakan kepada dua anggotanya kenapa menembak. Saut memeriksa kondisi Ginderman Gire ternyata sudah tewas. Kejadian itu kemudian dilaporkan kepada Danpos Lettu Sudarmin. Dan diberi petunjuk agar diamankan.
Selanjutnya ketiga terdakwa mengangkut mayat Kinderman Gire ke mobil dan setibanya di jembatan Tingginambut, dilempar ke sungai oleh Sertu Saut Torang Sihombing dan Prada Hery Purwanto. Sedangkan Pratu Hasirun bertugas mengamankan situasi. (dee/cr-31/don/l03)
Senin, 25 Juli 2011 21:06
http://bintangpapua.com/headline/12961-terdakwa-korban-baku-rampas-senjata-