Sudah lebih dari lima tahun bencana lepas bencara melanda NKRI. Ya, begitu istilah yang digunakan, “bencana”, dan bukan saja BENCANA, tetapi mereka sebut, “BENCANA ALAM”. Berikutnya, “Bencana itu, menurut Ulama, Pendeta Politisi, Pemerintah, Pemuka Indonesia selalu dijuluki sebagai “UJIAN”. Ditambah lagi, ujian itu bukan dari siapa-siapa, tetapi katanya, “dari TUHAN.” Jadi, “Bencana Alam yang melanda NKRI ini dianggap sebagai Ujian dari Tuhan.”
Sekarang kita sebagai manusia modern, manusia adat, manusia berakal, manusia beragama, kita semua perlu renungkan beberapa pokok. Pokok pertama, “Apakah ini bencana alam?” Kedua, kalau itu ‘bencana alam’, “Kenapa disebut ujian dari Tuhan?” Mana logika menghubungkan bencana dari alam dengan bencana dari Tuhan? Ketiga, “Kokh Tuhan sebegitu kejamnya sehingga Dia harus menguji secara kejam mematikan seperti itu?”. Lalu keempat, “Kalau itu ujian dari Tuhan, maka ujian itu untuk apa, atau ujian itu dalam rangka apa? Dalam rangka menapis orang Indonesia untuk masuk ke surga? atau apa?” Kelima, “Apakah memang Tuhan biasanya menguji manusia sampai mati habis dan mati terus-menerus selama bertahun-tahun, bolak-balik seperti ini?” Keenam, “Kalau yang terjadi adalah ‘bencana alam’ yang mematikan, dan kalau itu dari Tuhan, bukankah ini tulah, hukuman dari Tuhan?”
Menjelang Pemilu untuk SBY menjadi presiden untuk periode kedua ini, sebuah Surat dilayangkan dari Masyarakat Adat Papua meperingatkan perihal Penengakkan Hukum Alam dan Hukum Adat, bahwa NKRI akan dilanda berbagai benana, yang merupakan penegakkan Hukum Alam dan Hukum Adat, bukan ujian, bukan cobaan, bukan dalam rangka apa-apa, tetapi oleh hanya dalam rangka penegakkan Hukum Alam dan Hukum adat. Ciri hakiki penegakkan Hukum Alam dan Hukum Adat ialah “penyeimbangan” (balancing), yaitu alam dan adat secara alamiah “menyeimbangkan yang tidak seimbang” dan/atau “mengharmoniskan hubungan, keterkaitan, sebab-akibat yang saling tidak kena-mengena menjadi saling terkait secara serasi dan seimbang.” Misalnya kalau kebanyakan awan di udara, maka alam dengan hukumnya akan menyeimbangkan dirinya menjadi air dan turun sebagai hujan. Contoh lain, secara hukum alam, setiap orang yang dilahirkan 200 tahun lalu sudah tidak lagi hidup di bumi. Itu hukum alam. Tidak ada yang dapat menantangnya, biarpun dengan meminup obat awet muda, lakukan operasi bedah hidup lama, atau apapun juga.
Setelah SBY menerima surat itu, beliau melakukan konferensi pers, dan menyatakan, “Jangan percaya kepada takhayul, percayalah kepada akal sehat.” Menanggapi itu, PMNews pernah menyampaikan pertanyaan, “Apa yang harus kita katakan kalau saja yang masuk akal itu tidak nyata dan yang takhayul justru aalah fakta?” Sebuah pertanyaan yang PMNews masih nantikan untuk dijawab SBY mewakili NKRI.
PMNews sebagai penyambung lidah bangsa Papua dalam rangka menunjukkan dan membuktikan KEBENARAN MUTLAK perjuangan kemerdekaan West Papua sekali lagi hendak menyodorkan KEBENARAN MUTLAK menyangkut “musibah”, “bencana alam”, “ujian dari Tuhan” ini.
Pertama-tama, PMNews percaya, berdasarkan KEBENARAN MUTLAK itu, bahwa apa yang terjadi di seluruh wilayah NKRI ialah sebuah proses penegakkan Hukum Alam dan Hukum Adat, dalam rangka mencari keseimbangan dalam hubungan West Papua – NKRI (Port Numbay – Jakarta), karena hubungan itu sudah berlangsung selama hampir setengah abad dalam kondisi tidak seimbang, dan tidak harmonis. Ketidak-seimbangan itu terjadi karena skandal hukum, moral, demokrasi dan HAM yang terjadi dalam proses invasi dan pencaplokkan wilayah Irian Barat ke dalam NKRI. Dengan kata lain, “Ibutiri Pertiwi sedang ditangisi oleh anaktiri Papua, agar West Papua yang selama ini diperlakukan tidak seimbang itu diharmoniskan, agar selanjutnya kedua bangsa dapat hidup sebagai tetangga, sederajad, sesama dalam hubungan yang harmonis.”
Sementara ini, pukul 11:50 WPT (West Papua Time) komentar dalam TVOne miliki NKRI menyatakan, “Musibah ini Tuhan berikan sebagai dorongan agar kita semua membangun kebersamaan, saling menolong, saling memperhatikan, sehingga dengan demikian kita memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.” Tentu saja pernyataan ini perlu diuji, apakah ini ekspresi nasionalis membabi-buta seperti yang sudah terjadi selama ini dengan mengorbankan nyawa banyak orang Papua itu, atau maksud lain. Masalahnya komentar ini disampakan oleh seorang wanita pewarta TVOne.
Setelah itu Taufik Ismail juga membacakan puisi-puisi yang intinya meminta kepada NKRI untuk mengkoreksi berbagai hal, seperti korupsi, kesombongan, kerakusan, perpecahan, dan sebagainya yang intinya bernuansa nasionalis. Rupanya sastrawan ini juga hendak membangun nasionalisme di atas kematian dan penderitaan ini.
Baiklah, biarlah NKRI sendiri merenungkan dan menyimpulkan, apakah searah dengan pemikiran kedua orang Indonesia di TVOne ini, atau yang lainnya. Itu terserah. Itu bukan urusan kami.
Urusan kami adalah menyampaikan kebenaran mutlak. Kebenaran mutlak itu tidak terbantahkan, tidak dapat dirubah, tidak terkalahkan.
Catatan PMNews kedua, kami perlu sampaikan terkait dengan anggapan, “Ini ujian dari Tuhan!” Dalam Kitab Suci agama modern manapun, dengan jelas-jelas dan gamblang menyatakan “Tuhan tidak pernah menguji manusia melampaui batas kemampuan manusia untuk menanggungnya.” Yang terjadi bukan di luar batas kemanusiaan lagi, tetapi kemampuan dan batasnya sekaligus ditiadakan, karena nyatanya nyawa-nyawa yang melayang. Pantaskah kita sebut ini ujian? Apa artinya ujian? Apa tujuan dari ujian?
Ujian biasanya dikaitkan dengan dan ditujukan untuk “kenaikan, perubahan ke arah lebih baik, peningkatan, kemajuan” dan sejenisnya. Dalam kaitan NKRI, kita dapat katakan mereka yang menganggap musibah ini sebagai ujian bermaksud bahwa setelah musibah-musibah ini, maka akan datang masa keemasan NKRI. Kalau kita kaitkan dengan sorga kelihatannya hal itu jauh dari dapat dipercaya.
Ketiga, kalau seandainya NKRI tidak percaya dengan pesan-pesan yang sudah lama kampi sampaikan lewat situs ini, semuanya itu terserah. Tanggungjawab kami yang dibebenkan Hukum Alam dan Hukum Adat Papua telah kami sampaikan lewat Surat secara langsung, maupun catatan secara terbuka dalam situs ini.
Pertanyaan yang tertinggal ialah, “Bila ujian dari Tuhan ini sampai-sampai, sekali lagi, kalau seaindainya, sampai kepada mengobrak-abrik kerangka dan format NKRI itu sendiri, maka apakah masih dianggap sebagai Ujian dari Tuhan?”