Elin Yunita Kristanti
Rabu, 23 Juni 2010, 11:33 WIB
VIVAnews – Penjara di Indonesia setidaknya menahan 100 tahanan politik (tapol) dari wilayah Papua dan Maluku. Menurut lembaga pro hak asasi manusia, beberapa dari tahanan itu mengalami kekerasan di penjara. Demikian laporan yang dikeluarkan Human Rights Watch, Rabu 23 Juni 2010.
Lembaga HAM berbasis di New York itu meminta pemerintah Indoensia membebaskan tahanan yang dibui karena pandangan politik yang berbeda.
Kata mereka, pemerintah seharusnya mencabut larangan pemakaian bendera atau logo kelompok separatis di dalam penjara.
"Para pembela kemanusiaan dan milisi bersenjata diperlakukan sebagai kriminal di dalam penjara Papua dan Maluku Selatan," demikian bunyi laporan tersebut seperti dimuat laman KyivPost, Rabu 23 Juni 2010.
Tidak adilnya pengelolaan kekayaan alam telah memicu gerakan separatis di Papua selama puluhan tahun. Di Pulau itu terdapay tambang Grasberg dioperasikan oleh Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc
Kelompok bersenjata secara sembunyi-sembunyi melancarkan serangan fatal pada pekerja Freeport, tapi sampai kini belum jelas bukti yang menunjukkan kelompok separatis ada di balik serangan ini.
Sementara kelompok adat di Maluku Selatan, khususnya di Ambon diguncang isu pembentukan Republik Maluku Selatan (RMS).
Polisi dan pasukan militer telah berusaha untuk menghancurkan gerakan separatis itu dan menerapkan hukuman yang keras untuk pelanggaran-pelanggaran seperti, pengibaran bendera RMS, dan tarian perang "Cakalele" – sebuah tarian perang tradisional yang dikaitkan dengan gerakan separatis.
Human Rights Watch melaporkan kasus-kasus dugaan penyiksaan terhadap tahanan politik.
Salah satunya terhadap John Teterisa, guru sekolah yang ditahan pada 2007 dalam insiden tarian Cakalele sambil mencoba mengibarkan bendera RMS di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kata laporan itu, dia dipukuli terus-menerus selama 12 jam sehari selama 11 hari setelah penangkapannya.
"Beberapa petugas polisi memukulnya dengan batang besi dan batu, juga mengirisnya dengan bayonet," kata laporan itu.
Teterisa dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada tahun 2008, tapi hukuman itu dikurangi menjadi 15 tahun di tingkat banding.
Aktivis Maluku lain yang dikutip dalam laporan tersebut digambarkan dipukul dengan potongan kayu — hingga menyebabkan perdarahan saluran usus dan kencing — setelah mengibarkan bendera separatis, RMS.
Dikonfirmasi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah mengatakan, pemerintah tidak mengetahui kebenaran klaim yang diungkapkan dalam laporan tersebut.
Namun, "saya yakin ada prosedur klaim yang bisa dilakukan para tahanan jika ada perlakuan buruk dalam tahanan," kata dia.
www.vivanews.com
http://nasional.vivanews.com/news/read/159654-seruan-lembaga-ham-untuk-pemerintah-indonesia
Dipublikasikan : Rabu, 23 Juni 2010, 11:33 WIB
©VIVAnews.com
kami para tahanan politik papua barat yang ada dimanokwari menilai bahwa penilaian pihak lain terhadap masalah papua barat itu sangat sempit, sesungguhnya persoalan papau barat adalah persoalan politik murni yang melibatkan Amerika serikat dan indonesia serta pihak pihak negara lain seperti belanda, ingris, australia, selandia baru. berbicara masalah jangan selalu mau dibawa kedalam persoalan kecemburuan pembagian hasil bumi, sama sekali itu bukan orientasi persoalan yang oran bangsa papua barat pikir tetapi yang benar adalah persoalan papua barat adalah persoalan politik yang harus diselesaikan secara bermartabat dan mengharagai asan hak asasi manusia bangsa papua barat secara demokrasi dengan menggunakan acuan penyelesaian yang berlaku secara internasional.
kami tahanan poitik bangsa melanesia barat/papua barat yang sekarang dipenjarakan dilemabaga penjajahan indonesia manokwari kami sarankan penyelesaian masalah trebaik adalah indonesia dan amerika harus mengakui PROKLAMASI NEGARA MELANESIA B ARAT yang diProklamasikan oleh DR. THOMAS WAPAI WAINGGAI SH. HG. MPA 14 DESEMBER 1988 di Lapangan Mandalah Jayapura sebagai superbodi hukum dan politik untuk dijadikan sebagai instrumen peneyelasaian masalah papua barat. kami sangat menghargai indonesia dan amerika tetapi kami lebih mengahrgai Tuhan Ellohim yang mahakuasa pencipta langit dan bumi dan pencipta tanah air dan kemerdekaan bangsa melanesia papua barat.
amerika harus betrtanggung jawab sesungguhnya terhadap masalah papua karena amerika sebagai biang keroknya, maka kami harapkan sebagai negara pemegang feto dan sebagai polisi dunia kami berharap amerika harus mendesak indonesia untuk membuka diri menyelesaikan masalah papua secara damai melalui Dialog damai atau mediasi yang dimediasi oleh pihak ketiga internasional. saran kami agar indonesia dan amerika tidak malu terhadap perbutan keji mereka bagi tanah dan bangsa papua dimata dunia, maka langkah terbaiknya adalah segera menghargai karya politik yang dikonstruksikan secara rasinal dan paten oleh orang bangsa melanesia paua sendiri yakni proklamasi kremerdekaan negara republik melanesia barat oleh Dr. THOMAS WAPAI WAINGGAI SH. HG. MPA 14 desember 1988 di lapangan mandalah jayapura sebagai intrumen pertimbnagan penyelesaian masalah kemerdekaan [papua dari amerika dan indonesia
Asumsi dan ideologi Rakyat papua luar biasa karena selau mengkat kembali mimpi-mimpi Thun 1969 sampai sekarang karena Allah itu luar biasa Allah sendiri yang mensiptan orang papua sehigga kami sebagai siptannya yang selau mempertahankan sitera papua dan mendulan kembali hal-hal yang terjadi tahun 1969,itu negara NKRI yang manipulasi dan memberikan 200,000 ribu pada orang papua jadi sekarang kami sebagai anak adat papua harus memajudkan nasip kita demi masa depan anak cucu kita kapan lagi baru sekarang.Sekarang lagi baru kapan yang peting adalah persatua dan kesatuan dari kepala sampai ekor supanya kami melawan konialisme dan imprialisme ini.