Dari Penuturan Warga Pasca Guncangan Empat Kali Gempa di Biak dan Serui

Karena Panik, Enam orang Berboncangan Satu Sepeda Motor

Goncangan gempa selama empat kali berturut-turut yang dirasakan warga Biak dan Yapen, Kamis (16/6) masih menyisahkan sejumlah kisah. Khususnya lagi warga Serui yang mengalami dua korban jiwa, keduanya adalah Rian (5) dan Damaria (45). Bagaimana suasana sehari pasca gempa, dan bagaimana kisah warga yang merasakan langsung kejadian itu? FIKTOR PALEMBANGAN, Biak

PANIK. Begitulah suasana yang terjadi saat warga Serui, ibu kota Kabupaten Yapen saat diguncang gempa empat kali berturut-turut. Akibatnya, wargapun berhamburan keluar rumah dan menggunakan kendaraan bermotor mencari tempat yang dianggap lebih aman, khususnya lagi warga yang di Serui.

Belum lagi, isu akan terjadinya gelombang tsunami membuat warga kota Serui hampir semuanya lari kearah perkampungan yang lebih tinggi, yakni di lereng gunung untuk mencari posisi yang dianggap lebih aman. Masyarakat yang sudah panik berusaha mencari tempat lebih aman dengan membawa barang-barangnya, khususnya yang masih bisa di bawa.

Bahkan, ada yang sampai kendaraan roda dua sudah ditumpangi 4 – 6 orang. Bagaimana tidak, warga isu terjadinya tsunami dan air laut di pantai Serui mulai naik membuat warga tambah panik. Demikian halnya kebakaran dan bangunan yang runtuh di beberapa tempat membuat warga tidak menghiraukan lagi keadaan, dan berupaya mencari jalan masing-masing untuk menyelamatkan diri.

Samen Palembangan, salah satu warga Serui menuturkan keadaan beberapa saat setelah terjadi gempa, bahwa awalnya pada saat terjadinya gempa petama keadaan warga di Serui masih tenang-tenang saja. Namun setelah gempa kedua terjadi, masyarakat sudah mulai panik ketika beberapa menit kemudian beberapa rumah milik warga kebakaran dan runtuh.

"Pada saat gempa pertama warga masih tenang-tenag saja, namun setelah gempa kedua itu yang membuat warga kota Serui panik. Warga sudah berhamburan ke jalan, ada yang berjalan kaki dan ada menggunakan kendaraan. Apalagi pada saat itu ada orang mengatakan air laut mulai naik, semua orang sudah berlarian mencari tempat lebih tinggi tampa peduli dengan harta bendanya lagi," ujarnya via hand phone, kemarin.

Karena kepanikan itu, maka ada warga yang menggunakan kendaraan bermotor berboncangan enam orang. Samen juga menyatakan, akibat kepanikannya itu bersama dengan dua anaknya dan istrinya terpaksa untuk satu motor bebek merek Honda itu harus satu kali jalan.

"Saya tidak pernah boncengan dengan keluarga sampai 4 orang, karena anak-anak sudah besar tapi pada saat kejadian gempa kemarin kami 4 orang sekaligus satu motor, pada hal anak-anak saya sudah besar. Ya, ini karena memang sudah panic untuk menyelamatkan diri dari isu tsunami," tandasnya. "Saya juga melihat ada satu motor sampai 5 – 6 orang, dua orang dewasa dan anak-anaknya yang kecil-kecil," sambungnya lagi.

Samen juga menuturkan, setelah memboyong keluarganya ke ke lereng gunung, dia teringat atas ijasahnya yang masih tertinggal di rumahnya. Mengingat ijasah bersama istrinya itu masih tertinggal di rumah, dia buru-buru kembali kerumahnya. Namun karena dijalan cukup padat kendaraan dan dia sudah panik, diapun sempat terpental karena terjatuh.

Meski mengalami luka dibagian tangan kanan, namun dia berusaha bangkit kembali karena menginat ijasahnya itu, sementara isu akan terjadinya gelombang tsunami masih terus membuat warga panik. "Ketika saya jatuh dari motor saat mau pulang mengambil ijasah ke rumah, saya tidak merasa sakit padahal bagian tangan kiri saya luka. Ya, mungkin karena panik," tandasnya lagi.

Hal yang sama dikatakan oleh Yan Pieter, di Serui saat dihibungi Cenderawasih Pos. Dia yang mengaku saat kejadian berada di rumahnya, mengaku masih aman-aman saja pada saat gempa pertama terjadi. Namun setelah gempa kedua yang berkuatan 7,1 SR itu, beberapa saat kemudian dia melihat orang di luar rumah telah berhamburan, termasuk di jalan-jalan.

"Saat keluar dari rumah warga semuanya pada berteriak dan meminta supaya semuanya lari ke bagian gunung, katanya saat ini air laut mulai naik. Ya, saat itu kami juga ikut lari ke bagian arah gunung," tandasnya.
Sehari pasca gempa itu, di Kabupaten Biak Numfor pada dasarnya aktivitas masyarakat tetap berjalan normal seperti biasanya. Perkantoran, pertokoan, dan bank-bank tetap menjalankan aktivitas serti biasanya. Warga tidak terpengaruh dengan gempa yang terjadi sehari sebelumnya, itu disebabkan karena di Biak tidak ada korban materi dan jiwa.

"Mungkin karena di Biak tidak ada bangunan yang rusak dan syukur tidak ada Korban jiwa, makanya semua aktivitas berjalan seperti biasanya," tandas Yulianus Rumsowek, pegawai di Pemda Biak Numfor.

Sementara di Serui sendiri aktivitas belum bisa berjalan normal. Hal itu disebabkan karena sejumlah perkantoran, tempat pelayanan publik dan rumah warga mengalami kerusakan. Meskipun sebagian pegawai Pemda Yapen ngantor, namun mereka lebih banyak hanya cerita-cerita soal kejadian gempa tersebut.

"Memang kami sudah masuk kantor sebagiannya, namun sebagiannya pula tidak. Selain karena ada korban materi, juga karena kantornya juga mengalami kerusakan. Ya, pegawai lebih banyak hanya cerita-cerita soal gempa itu saja," tandas Samen, pegawai di Dinas Infokom Pemkab Yapen. *** (scorpions)

Exit mobile version