Isu Papua dan Diplomasi Indonesia

DEMO : Massa IPWP di depan Ekspo waena pada 16 Oktober 2008 lalu
DEMO : Massa IPWP di depan Ekspo waena pada 16 Oktober 2008 lalu

Gubernur Bangka Belitung (Babel) H. Eko Maulana Ali menilai, upaya mengatasi permasalahan Papua di forum nasional dan internasional menjadi taggung jawab bersama, demi keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan kedamaian masyarakat di provinsi itu.

UNGKAPAN itu disampaikan dalam Seminar Pengembangan Upaya Peningkatan Diplomasi Indonesia Menangani Isu Papua di Luar Negeri, seperti dilansir dari Antara, Kamis (11/12) malam “Isu Papua harus dihadapi serius dalam kancah diplomasi internasional, meskipun intregitas Papua sudah final sebagai bagian wilayah NKRI, sesuai hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969,”ujarnya.

Menurut dia, semua elemen bangsa harus memiliki tanggung jawab bersama dalam mencarikan solusi menyeluruh menyelesaikan masalah Papua, tidak bisa dibiarkan berlarut-larut atau pemecahannya hanya diserahkan hanya kepada masyarakat Papua atau pemerintah pusat.

“Dimensi permasalahan Papua bersifat Intermestik karena di dalamnya mencakup elemen-elemen isu domestik dan internasional, sehingga kekuatan bersama yang merupakan gabungan elemen-elemen bangsa akan sangat menentukan arah keberhasilan mencarikan solusi terbaik bagi masalah Papua.” ujarnya.

Gubernur menilai permasalahan Papua lebih bernuansa ekonomi ketimbang politik, meski akhirnya juga menyentuh wilayah-wilayah HAM namun pada dasarnya akar permasalahannya lebih bernuansa ekonomi.

“Kendati pemerintah sudah memberlakukan Undang-undang Otonomi khusus Nomor 21 tahun 2001 untuk menyelesaikan masalah Papua, namun gerakan separatis prokemerdekaan yang berasosiasi dengan LSM negara tertentu terus bermanuver mendiskreditkan kesungguhan pemerintah menyelesaikan masalah Papua,” ujarnya.

Menurut dia, berbagai isu yang mencuat di permukaan akhir-akhir ini seperti pembentukan kaukus Papua Barat yaitu ‘Interntional Parliamentarians For West Papua’ di London Inggris beberapa waktu lalu kiranya menjadi pelajaran berharga.

Seorang peserta seminar asal Papua Frans Albert Joku mengatakan, setelah Papua berintegrasi sejak 40 tahun lebih ke dalam wilayah NKRI masih saja bergejolak.

“Berarti di sini ada sesuatu yang tidak beres dan harus digali dan dikaji akar permasalahannya untuk dicarikan jalan keluarnya secara bersama-sama oleh bangsa sendiri, termasuk menjawab isu-isu yang mendiskreditkan Indonesia di forum internasional,” ujarnya.

Gerakan Separatis Papua ‘Free West Papua Campaign (FWPC)’ aktif menggalang kekuatan internasional di Inggris yang dipimpin oleh Benny Wenda dan Richard Samuelson.

“Organisasi ini secara aktif terus menerus melakukan kampanye untuk kemerdekaan Papua dengan memanipulasi kenyataan untuk mempengaruhi opini internasional guna meraih dukungan bagi perjuangannya memisahkan Papua dari NKRI,” ujarnya.. Menurut dia, kondisi masyarakat Papua sekarang ini dibanding 15 tahun lalu sudah mulai membaik, terlebih lagi sejak era reformasi muncul dan harkat martabat masyarakat dilindungi terbebas dari ketakutan dan juga diskriminasi.

Meskipun otonomi khusus telah diberikan dengan berbagai bantuan dana yang cukup besar dari pemerintah Pusat tetapi belum bisa menjawab semua terkait angka kemiskinan yang cukup tinggi.

Kondisi lainya yang memprihatikan, menurut dia, adalah dari minimnya tingkat pelayanan kesehatan,akses pendidikan juga masih terbatas dan hal penting lainnya yang menyakut kepentingan umum.” Ungkap Frans Albert Joku.

“Dalam hal ini yang perlu dibenahai adalah sistem pemerintahan di Papua yang harus disesuaikan dengan nafas Undang-undang Otonomi khusus dalam rangka meningkatkan pelayanan masyarakat di Papua,” demikian Albert Joku.(ant)

Sementara itu, Direktur Eropa Barat Departemen Luar Negeri, Dewa Made Juniarta Sastrawan, yang tampil sebagai salah satu pembicara dalam seminar ini mengemukakan, manuver gerakan separatis Papua di Inggris yang disponsori ‘Free West Papua Campaign’ atau (FWPC) merupakan ancaman terbesar bagi integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Gerakan separatis FWPC aktif berkampanye dan menggalang kekuatan internasional bagi kemerdekaan Papua dengan mendiskreditkan Pemerintah Indonesia ,” ujarnya.

Ia menjelaskan, dinamika masalah Papua di Inggris selama tiga tahun terakhir makin membahayakan. Kampanye negatif yang diotaki ‘Free West Papua Campaign (FWPC) bukan hanya di Inggris, tetapi sudah meluas hingga ke negara-negara Eropa Barat lainnya seperti Belanda.

“Tema sentral kampanye FWPC yang dipimpin oleh Richard Samuaelson dan Benny Wenda adalah masalah pembebasan Yusak Pakage dan Filipe Karma yang dipenjarakan terkait pengibaran bendera separatis Bintang Kejora .” jelasnya.

FWPC secara rutin mengadakan kampanye menggunakan musik Tifa dan lagu-lagu Papua yang disiarkan radio BBC London dan kampanye di berbagai tempat lainnya terutama di wilayah ‘Oxfrodshire’.

Tujuan dari gerakan separatis Papua di luar negeri adalah untuk memperoleh dukungan politik dari negara setempat yang kemudian di arahkan ke dunia internasional, guna mencapai tujuannya memisahkan Papua dari NKRI atau penetuan nasib sendiri (Self Determination) untuk memancing respon PBB.

Isu tambahan yang mereka angkat adalah masalah HAM dan situasi sosial ekonomi masyarakat di wilayah Papua. Isu HAM yang selalu mereka angkat antara lain tertembaknya Opinus Tabuni di Wamena 9 Agustus 2008.

Masalah lain yang diangkat adalah penyiksaan terhadap Ferdinand Pakage di Lembaga Pemasyarakatan Abepura 24 Septerber 2008 serta penangkapan terhadap Buchtar Tabuni 3 Desember 2008.

Masalah sosial ekonomi juga selalu dikaitkan dengan kegagalan kebijakan otonomi khusus seperti penyakit kolera dan HIV/AIDS, pedidikan dan lingkungan hidup juga mereka sorot sebagai ketidak adilan yang dialami oleh warga negara Indonesia yang tinggal di Papua.

Richard samuelson sangat aktif mengirim email kepada anggota parlemen Inggris, pejabat kementerian dan tokoh masyarakat yang ditembuskan kepada para pejabat KBRI London.

Menurut Made, kampanye yang dilakukan Richard samuelson hingga pertengahan tahun 2008 belum mendapatkan simpati sesuai harapannya namun harus tetap diwaspadai.

FWPC juga memanfaatkan All Party Parliamentary Group on West Papua (APPG-WP) adalah suatu lembaga formal dalam parlemen Inggris untuk menampung para anggota parlemen dan House Of Lord UK yang tertarik untuk mengetahui dan membahas berbagai perkembangan Papua.

Dalam hal ini disarankan kepada masyarakat dan pemerinta Indonesia untuk selalu mewaspadai dan mencermati kampanye FWPC terhadap perkembangan di wilayah Papua,” demikian Made. (**)

Ditulis Oleh: Ant/Papos
Jumat, 12 Desember 2008
http://papuapos.com

Exit mobile version