BI Rate Turun 0,25 Basis Poins Sinyal Positif Perbaikan Ekonomi

[JAKARTA] Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) 0,25 basis poins (bps) menjadi 9,25 persen dari 9,5 persen, memang sangat kecil, namun penurunan itu sangat positif bagi dunia usaha. Pasar akan menilai bahwa penurunan itu merupakan sinyal positif perbaikan ekonomi Indonesia, dengan makin terkendalinya inflasi.

“Bagi perbankan ini juga cukup bagus. Namun, kami berharap penurunan itu tak berhenti sampai di situ saja, tapi terus berlanjut hingga bulan-bulan berikutnya,” kata Direktur Treasury Bank Tabungan Negara (BTN), Saut Pardede kepada SP di Jakarta, Kamis (4/12) di sela-sela penyerahan beasiswa kepada anak-anak nasabah BTN oleh Sampoerna Foundation.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Abdul Salam. Penurunan BI Rate tersebut, memberikan sinyal positif kepada pasar, bahwa tingkat bunga dana akan turun dan pada gilirannya suku bunga pinjaman ikut turun. Pada akhirnya, kebijakan tersebut, dapat mendorong sektor riil untuk berkembang.

Sementara itu, Wakil Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaadmadja, menyatakan, penurunan suku bunga acuan tersebut, sangat membantu perbankan untuk menyesuaikan suku bunga dana dan pinjaman. Akan tetapi, dikarenakan penurunannya baru 0,25 persen, maka belum terlalu banyak dampaknya.

Senada dengan hal itu, Chief Financial Officer PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Pahala Mansyuri memperkirakan, pergerakan suku bunga kredit secara umum pasca penurunan BI Rate tersebut, berada di kisaran 11-16 persen.

Likuiditas Melonggar

Di tempat terpisah, Direktur Treasury dan International PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), Bien Subiantoro mengatakan, penurunan bunga fasilitas pinjaman harian (overnight) perbankan melalui transaksi repo menjadi BI Rate plus 50 bps dan penyesuian bunga Fasilitas BI (Fasbi Rate) menjadi BI Rate minus 50 bps, dinilai dapat melonggarkan likuiditas rupiah di sektor perbankan. Dia menambahkan, adanya ketentuan perolehan valas dengan kewajiban menunjukkan dokumen keperluan (underlying transaction) mempersempit ruang gerak spekulan yang ingin memborong dolar AS menggunakan likuiditas rupiah, yang bakal tersedia karena kebijakan pemotongan bunga tersebut.

Deputi Gubernur BI, Hartadi A Sarwono mengatakan, kombinasi penurunan BI Rate dan biaya bunga repo serta Fasbi tersebut, ungkapnya, diharapkan dapat memberikan sinyal agar kegiatan ekonomi bergerak lebih bergairah dan seimbang. Apalagi tekanan inflasi telah turun. Sekaligus, mengatasi segmentasi di pasar uang antarbank, sehingga bank bisa melakukan manajemen likuiditas hariannya.

“Jadi, bisa memecahkan masalah credit crunch karena risiko tinggi sehingga bank menahan dananya,” ucap Hartadi. Pada Jumat (4/12), Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan untuk turunkan BI Rate-nya menjadi 9,25 persen, dengan pertimbangkan perkembangan perekonomian, yakni penurunan harga minyak dan berbagai komoditas telah mengurangi tekanan inflasi domestik. BI memperkirakan, penurunan tekanan inflasi tersebut, akan terus berlanjut pada 2009. [RRS/N-6]

Exit mobile version