Perlu Diteliti Keinginan Papua untuk Merdeka

Catatan:
Apa yang perlu diselidiki lagi? Semua orang tahu, bayi dalam kandungan-pun tahu, Papua mau merdeka karena itu memang hak fundamentalnya, bukan karena kekurangan sesuap nasi seperti pandangan para penghianat dalam gambar ini.
—————
SP/Charles Ulag

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Yorrys Raweyai (kiri), bersama anggota DPR dari Partai Bulan Bintang, Ali Mochtar Ngabalin (tengah), dan mantan Menteri Luar Negeri Organisasi Papua Merdeka, Nicholas Masset berdiskusi tentang “Separatis Papua:Tuntutan Atau Intervensi Asing?” di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/11).

[JAKARTA] Lebih dari 50 persen orang Papua saat ini masih ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)). Ironisnya, sebagian besar dari mereka adalah generasi muda yang lahir setelah masa kemerdekaan. Untuk itu, perlu diteliti secara mendalam alasan mereka ingin merdeka.

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Yorrys Raweyai mengemukakan hal itu kepada SP seusai berbicara dalam diskusi bertajuk Separatisme Papua: Tuntutan atau Intervensi Asing? yang diselenggarakan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) di Jakarta, Kamis (27/11). Pembicara lain adalah anggota Komisi I Ali Mochtar Ngabalin, Mantan Menteri Luar Negeri Organisasi Papua Merdeka (OPM) Nicholas Masset, dan Ketua Umum PB HMI, Arip Mustopa.

Yorrys mengatakan, generasi muda Papua minta merdeka itu umumnya adalah mahasiswa yang kuliah di Papua, Jawa, dan luar negeri. Ia khawatirkan, kemungkinan ada informasi atau pemahaman yang salah, yang diterima generasi muda Papua, sehingga keinginan berpisah itu semakin kuat.

Pada 2002, sebuah lembaga swadaya masyarakat bekerja sama dengan Universitas Cendrawasih (Uncen) Jayapura, Pemerintah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua, melakukan penelitian. Hasilnya, lebih dari 50 persen orang Papua meminta merdeka.

“Data itu masih signifikan sampai sekarang. Pemerintah agar peka mencari solusi lebih baik atas situasi ini dengan pendekatan kemanusiaan, bukan kekerasan,” ujar Yorrys.

Separatisme

Dalam diskusi tersebut, para pembicara sepakat bahwa di Papua tak ada separatisme. Yang tumbuh subur di provinsi paling timur itu adalah tuntutan mendapatkan keadilan dalam bidang ekonomi, politik, sosial, dan hak-hak lain yang selayaknya diterima masyarakat asli Papua.

“Pemerintah harus arif menyikapi masalah masyarakat asli Papua. Selesaikan masalah Papua dengan cara-cara yang sesuai dengan kultur orang asli sana, sehingga mereka merasa tenteram dalam kerangka kehidupan yang dipahami melalui prinsip NKRI,” kata Ngabalin.

Nicholas berpandangan ada intervensi asing, yang ingin mengambil keuntungan dari berbagai potensi sumber daya alam di Papua. Arip Mustopa meminta warga Papua membuang anggapan bahwa orang Jawa menjadi kelompok yang menjajah. Masyarakat Jawa, Papua, Kalimantan, Sumatera atau Sulawesi, semua adalah aset Indonesia. [J-11]

SP Daily

Exit mobile version