Ribuan Massa FKKI Papua Kembali Demo – Kritisi Gubernur Suebu yang Sering Tak Ada di Tempat

JAYAPURA-Setelah 4 Agustus 2008 lalu menggelar aksi demo, maka ribuan massa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kristen Indonesia (FKKI) Provinsi Papua, Selasa (4/11) kemarin kembali menggelar aksi serupa di halaman Kantor Gubernur Dok II Jayapura dan Kantor DPRP.

Ribuan massa ini mulai berdatangan ke halaman Kantor Gubernur Papua sejak pukul 09.00 WIT. Ada yang datang secara rombongan, baik menggunakan sepeda motor, truk maupun kendaraan pribadi dan angkutan umum.

Demo ini antara lain dimaksudkan meminta jawaban kepada Gubernur Papua atas aspirasi demo yang digelar 4 Agustus lalu. Massa juga meminta agar gubernur lebih memperhatikan rakyat dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk pengimplementasian Otsus, misalnya supaya secepatnya memproduk Perdasi dan Perdasus yang berpihak kepada orang asli Papua.

Mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atas aksi tersebut, aparat keamanan dari Polresta Jayapura yang diback up aparat Brimob Polda Papua sejak pagi sudah berjaga-jaga di seputar Kantor Gubernur Papua.

Massa yang datang ke halaman kantor gubernur ini langsung membetangkan spanduk-spanduk maupun poster-posternya. Mereka kemudian melakukan nyanyian pujian-pujian dan orasi.

Spanduk maupun poster yang dibentangkan itu isinya bervariasi, namun banyak tulisan yang mengkritisi Gubernur Papua, antara lain bertuliskan: ‘Kaka Bas, Ko Gubernur Papua, bukan DKI Jakarta’, “Kakak Bas,Inikah Air Susu dan Madu yang Ko Bilang’, ‘Kakak Bas, Ko Sip, Ko Pintar Tapi Masa Atari Lebih Pintar dari Ko Tu?’, ‘Uang Otsus untuk orang Papua atau untuk orang-orang khusus di Papua’, ‘Gubernur dan DPRP berilah kami cinderamata Perdasi dan Perdasus sebagai janji imanmu bagi Tuhan dan rakyat Papua’.

Spanduk dan poster lainnya bertuliskan: ‘Jangan pilih anggota DPRP sekarang, karena mereka lupa rakyat’, ‘Ganti Pejabat Kabiro Keuangan Provinsi Papua dengan orang Papua’, ‘Kami tolak orang non Papua pimpin Bank Papua’,’Pancasila Yes, Syariah No’,’Tolak Pronografi dalam Undang-Undang, Pancasila Yes, Kekerasan, Intimidasi No’.

Sambil menunggu para peserta aksi lainnya, pemandu acara Pdt. Jon Baransano terus memimpin massa baik dalam nyanyian-nyanyian gereja maupun dalam orasi-orasi sambil menunggu kedatangan gubernur agar bisa berdialog dan menyampaikan aspirasi.

Sekitar pukul 11.40 WIT, Sekretaris Daerah Provinsi Papua Drs. Tedjo Soeprapto,MM menemui massa, namun massa berteriak menolak kehadiran Sekda, sebab yang dikehendaki massa adalah Gubernur Papua, Barnabas Suebu.

Setelah para pendeta memenangkan massa, Sekda berbicara dan menjelaskan bahwa Gubernur Papua sedang tugas dinas di Port Moresby, Papua New Guinea (PNG). Sekda menawarkan, bila ada aspirasi pihaknya bisa menerima dan nantinya akan diteruskan ke gubernur. Namun niat baik Sekda ini tetap ditolak massa.

Beberapa saat kemudian Sekda kembali ke ruang kerjanya dan massa tetap melanjutkan aksi demonya sambil melakukan orasi-orasi.

Dalam kesempatan itu, mama-mama pedagang menyampaikan aspirasi agar Gubernur Papua memasukkan anggaran pembuatan pasar modern di tengah kota bagi mama-mama Papua pada APBD Provinsi Papua 2009. “Katanya sekarang ini era Otsus, tetapi mengapa hak hidup kami terus diabaikan,” teriaknya.

Pdt.Petrus Mulyana dalam orasinya mengatakan, untuk membangun Papua tidak butuh orang pintar, tetapi butuh orang yang mau bekerja untuk Tuhan.

Sedangkan Pdt. Wem Mauri mengatakan, Otsus ini tidak membawa kesejahteraan bagi rakyat Papua, tetapi membawa masalah. “Sesungguhnya pemerintah pusat sudah mempunyai komitmen baik dengan memberikan Otsus itu, tetapi elite-elite pemimpin Papua yang bikin rusak Otsus ini,” tuturnya.

Sementara Pdt. Marthen Mauri menyatakan, orang Papua ini butuh bapak yang mau mengasihi rakyatnya, berpihak dan mengayomi rakyat.

Ia juga mengkritisi seringnya gubernur berada di luar Papua, bahkan diluar negeri. Sebab ketika berada di luar terus, kapan bisa mengasihi dan mengayomi rakyatnya.

Setelah banyak melakukan orasi, termasuk Perwakilan Hamba Tuhan dari wilayah pegunungan yang mendesak agar kasus korupsi harus ditindak dan jangan dilindungi, maka sekitar pukul 13.30 WIT, massa kemudian bergerak menuju ke kantor DPRP untuk menyampaikan aspirasi dari aksi demo tersebut. (fud)
Sementara itu dari Gedung Rakyat dilaporkan, massa juga melakukan kasi serupa yakni membawa sejumlah panflet dan melakukan orasi-orasi. Bahkan sempat menyampaikan pernyataan sikapknya.
Dalam pernyataan sikapnya yang dibacakan Ketua I Sinode Gereja Bethel Pentakosta di Tanah Papua, Pdt Tonny Infandi, Persekutuan Gereja Gereja di Papua, FKKI bersama seluruh umat Kristen di Tanah Papua menolak pemberlakukan undang-undang, ketentuan maupun peraturan yang bernuansa syariah dalam bentuk dan nama apapun di Indonesia dan di Papua, karena berpotensi mengganti pancasila dan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.

Selain itu, mereka juga menolak pemberlakuan Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi di Tanah Papua karena tidak sesuai dengan kultur orang Papua.

Berkaitan dengan implementasi otsus di Papua berdasarkan Undang-Undang No 21 Tahun 2001, mereka juga mendesak keseriusan pemerintah Republik Indonesia, Gubernur Papua dan Ketua DPRP untuk menetapkan dan mengalokasikan 11 kursi bagi orang asli Papua di DPRP untuk periode 2009-2014. “Kami mendesak alokasi 11 kursi bagi orang Papua di DPRP sesegera mungkin melalui Peraturan Gubernur Provinsi Papua, sesuai Undang-Undang Otsus, Bab VII tentang Partai Politik pasal 28 ayat 3-4,” tegas Pdt Tonny Infandi.

Di samping itu, mereka juga mendesak agar segera membentuk ‘Lembaga Khusus’ di tingkat provinsi, kabupaten dan kota se Papua untuk mengelola dana otsus Papua secara proporsional dan dapat dipertanggungjawabkan

Mereka mendesak membentuk Komisi Hukum Ad-Hoc guna merancang perdasi dan perdasus yang urgent bagi hak hidup orang asli Papua, misalnya perda pengaturan migrasi, perda miras, perda pendidikan, perda kesehatan, perda ekonomi kerakyatan, perda keagamaan dan perda hak ulayat.

Di samping itu, perdasus yang mengatur perangkat prioritas orang Papua dalam berbagai jabatan birokrasi dan badan pemerintahan, karena saat ini jabatan-jabatan penting khususnya bidang keuangan (Kepala Biro Keuangan dan Direktur Utama Bank Papau dan posisi lainnya dikuasai kelompok tertentu, padahal banyak orang Papua yang mampu atau memiliki potensi untuk berkembang.
Mereka juga menilai anggota DPRP yang selama 5 tahun bertengger di lembaga mulia tersbut tidak berbuat apa-apa sehingga menghimbau kepada umat jangan lagi memilih mereka dalam pemilu 2009 mendatang.

Terakhir, mereka meminta kepada Presiden SBY untuk memerintahkan KPK segera memeriksa penggunaan dana Otsus dalam penyusunan perdasi/perdasus dan penggunaan APBD 2006/2007 dan 2007/2008, karena ternyata penyusunan perdasi dan perdasus memboroskan uang negara dan menggerogoti hak-hak orang asli Papua.

Selanjutnya, pernyataan ini disampaikan langsung oleh Ketua FKKI Provinsi Papua, Salmon Yumame kepada Ketua DPRP Jhon Ibo yang didampingi para ketua komisi dan sejumlah anggota dewan tersebut yang menerima aksi demo damai ini.

Ketua FKKI Provinsi Papua, Salmon Yumame mengatakan demo damai ini masih ada kaitannya dengan demo yang digelar 4 Agustus 2008 lalu. “Ada dua angenda pokok kami usung, yakni sikap kami menolak implementasi syariat islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena pancasila menjadi 1 dasar, bukan dasar yang lain. Di samping kami menyoroti dan mengkoreksi otsus yang telah berjalan 7 tahun namun belum memperhatikan kesejahteraan rakyat Papua,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPRP John Ibo sempat emosi melihat pamlet yang menulis tentang nama dan asal dirinya yang disebut sering ke Jakarta terus, karena hal tersebut tidak etis, apalagi dirinya ke Jakarta karena tugas, bukan jalan-jalan.

Menurutnya, Gubernur Papua telah menerima pimpinan gereja dan tokoh-tokoh agama di ruang kerjanya, hanya saja ia mengaku tidak mengetahui apa saja yang dibicarakan.

Hanya saja, ia meminta masyarakat tidak terprovokasi dan tidak menaruh kecurigaan yang berlebihan, tetapi tetap berdasarkan asas praduga tidak bersalah.

Soal tuntutan penolakan pemberlakuan syariat Islam ini, Jhon Ibo mengaku sependapat bahkan pihaknya akan menentang keras hal tersebut. Namun, sejauh ini belum ada undang-undang tentang syariat Islam. “Syariat Islam itu baru draff, belum diundangkan. Kami juga siap mengantisipasi dan memblock terlebih dahulu jika ada upaya itu,” tegasnya disambut tepuk tangan pendemo.

Apalagi, lanjut Jhon Ibo, seluruh rakyat Indonesia juga menentang upaya pemberlakukan syariat Islam itu, termasuk masyarakat Papua. Untuk itu, pihaknya menghimbau umat Kristiani untuk tidak terprovokasi.

Soal pronografi, jelas Jhon Ibo, DPRP juga menolak dengan tegas, apalagi masyarakat di pedalaman Papua masih banyak yang telanjang dan hal tersebut merupakan budaya yang tidak bisa dipaksakan atas kehendak orang lain.

Terkait soal perdasi dan perdasus, Ketua DPRP membantah pihaknya tidak bebruat apa-apa, apalagi dalam masa sidang berjalan pihaknya akan mengesahkan 24 perdasi dan perdasus sehingga akan menjadi 34 perdasi dan perdasus dari 7 perdasi dan perdasus yang terlebih dahulu disahkan.

Meski demikian, Jhon Ibo mengaku bahwa pada hal-hal tertentu, pihaknya perlu pertimbangan mendalam dalam rancangan perdasi dan perdasus karena Papua merupakan bagian dari NKRI.

Tuntutan alokasi 11 kursi orang asli Papua di DPRP, Jhon Ibo mengakui belum ada peraturan pemerintah (PP) yang mengatur, sehingga belum bisa membuat perdasi dan perdasus untuk mengakomodir hal tersebut, sehingga DPRP mendesak pemerintah untuk mengeluarkan PP tersebut untuk 11 kursi itu apalagi pemilu diambang pintu namun sampai saat ini belum ada kepastian, padahal Aceh yang sudah ada partai lokalnya.

Sementara itu, Kapolresta Jayapura AKBP Roberth Djoenso SH tampak memantau langsung jalannya demo damai dari Kantor Gubernur Dok II Jayapura hingga Gedung DPRP ini.

Kapolresta mengakui bahwa memang panitia aksi ini telah memberitahukan rencana demo, namun tidak diterbitkan STTP (Surat Tanda Terima Pemberitahuan) oleh Polda Papua. “Karena itu, soal keamanan mereka sendiri yang mengamankan, apalagi pimpinan gereja dan tokoh agama menjamin bahwa demo dilakukan secara damai,” ujar Roberth Djoenso ditemui di Gedung DPRP.(fud/bat CEPOS)

Exit mobile version