Separatisme Papua Tidak Signifikan

18 Oktober 2008 09:36:29

Dubes: Inggris Dukung Integritas Papua dalam NKRI (Pemerintah Pusat Sebaiknya Jangan Anggap Remeh Masalah Papua)

JAYAPURA-Jika di tanah air (Papua red) digembargemborkan bahwa kelompok kemerdekaan Papua Free west Papua campaign (FWPE) tanggal 15 Oktober lalu yang mengklaim meluncurkan International Parlementarians for West Papua di London Inggris, namun ternyata kenyataannya tidak demikian.

Sebab yang terjadi di negerinya Pangeran Charles itu hanyalah pertemuan antara beberapa orang, tapi tidak ada gaungnya sama sekali. Demikian diungkapkan Duta Besar Republik Indonesia di London Inggris Yuri Thamrin kepada Cenderawasih Pos tadi malam via telepon selulernya.

“Itu bukan pertemuan parlementarians internasional karena yang hadir disana hanya beberapa orang,” tukasnya.

Dijelaskan, kegiatan tanggal 15 oktober itu tepatnya jam 3 Sore bukanlah kegiatan resmi Parlemen Inggris, karena kegiatan itu tidak masuk dan tidak tercatat di dalam agenda kegiatan House of Common serta tidak tercatat dalam pengumuman di loby gedung perlemen. Sebaliknya kegiatan itu kegiatan tertutup yang hanya dihadiri oleh 3 orang anggota parlemen Inggris yang sama sekali tidak punya pengaruh di negara itu. Dan lagi, kegiatan itu dianggap tidak penting dan tidak signifikan secara politik, karena anggota parlemen Inggris jumlahnya mencapai 700 orang dan tidak menaruh perhatian terhadap kegiatan itu.

“Jadi tidak seperti yang diberitakan dan memang tidak ada pengaruhnya di parlemen Inggris,” imbuhnya. Dua dari tiga anggota parlemen itu masing-masing bernama Andrew Smith dan L. Harrys.

Bagi pemerintah dan rakyat Inggris kata Yuri Thamrin, peristiwa tersebut tidaklah terlalu penting karena sama sekali tidak mendapatkan perhatian publik di negara itu. Bahkan media cetak maupun elektronik di negara itu tidak memberitakan peristiwa itu karena memang dianggap tidak penting untuk diberitakan.

Setelah kegiatan itu, ada sejumlah orang Papua yang datang dari Vanuatu, PNG dan Belanda serta beberapa negara lain di Eropa yang selama ini mendukung gerakan separatis di Papua melakukan aksi demo di luar gedung parlemen Inggris (parliament square) pada saat itu, tetapi tetap saja aksi mereka tidak mendapat perhatian publik di London, apalagi pada saat itu Kota London diguyur hujan dan sedang musim dingin. “Jadi tidak ada yang mau perhatikan aksi itu,” imbuhnya.

Dalam aksi demonya itu kata Yuri Thamrin, mereka melakukan aksi menari dan bernyanyi, tetapi Kota London saat itu sedang diguyur hujan dan sedang musim dingin sehingga kegiatan itu tidak mendapat perhatian publik maupun anggota parlemen Inggris lainnya.

Pihaknya menyimpulkan kegiatan itu merupakan upaya – upaya dari beberapa kalangan yang tidak bertanggungjawab, khususnya kalangan prokemerdekaan di Inggris untuk memancing dan mendorong gerakan – gerakan pro kemerdekaan di dalam negeri agar terjadi konflik atau peristiwa yang berdampak negatif bagi Indonesia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan gerakan menujuk kemerdekaan Papua.

Kata dia, kegiatan itu adalah upaya menyimpangkan sesuatu yang tidak penting dan tidak ditanggapi lalu dibuat besar sehingga menimbukan reaksi. “Ini pekejaan yang tidak bertangung jawab,” ujarnya.

Yuri Thamrin berkali – kali menegaskan bahwa kegiatan itu bukanlah kegiatan resmi parlemen Inggris, karena seperti yang kerap dikemukakan oleh pemerintah Inggris bahwa parlemen, pemerintah dan rakyat Inggris tidak pernah mendukung Papua merdeka ” Sebagai duta besar saya berhubungan dengan tokoh- tokoh, anggota perlemen dan pemerintah serta rakyat Inggeis, mereka semua tidak pernah mendukung kemerdekaan Papua, mereka percaya dengan demokrasi yang solid di Indonesia,” katanya.

Kata dia, orang Inggris melihat demokrasi di Indonesia sangat baik dan sedang berkembang. Mereka percaya bahwa penyelesaian Papua dilaksanakan secara demokratis melalui Otonomi Khusus (Otsus). “Jadi tidak ada dukungan pemerintah Ingeris untuk Papua merdeka,”tukasnya bernada serius.

Untuk itu, ia menghimbau masyarakat Indonesia khususnya di Papua agar tidak terpancing dengan upaya distorsi atas kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok itu yang sama sekali tidak ada artinya secara politik.

Hal senada juga diungkapkan Juru Bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah

Dikatakan, pertemuan tersebut dihadiri oleh 2 anggota Parlemen Inggris, 1 anggota Parlemen Papua Neu Guinea (PNG), 1 anggota Parlemen Vanuatu, dan selebihnya, sekitar 30 orang adalah simpatisan kelompok separatis Papua.

Dikatakan, bahwa dengan komposisi kehadiran tersebut, maka pemerintah menilai bahwa pertemuan tersebut tidak signifikan.

“Walaupun ada upaya-upaya pihak tertentu untuk mengesankan peristiwa tersebut sebagai signifikan, namun pada kenyataannya dari sisi peserta maupun anggota parlemen Inggris yang menghadirinya sangat kecil,” ujarnya di Jakarta kemarin (17/10).

Faiz mengatakan bahwa pertemuan tersebut hanya dihadiri oleh 2 orang anggota parlemen Inggris, padahal keseluruhan jumlah anggota parlemen Inggris terdiri atas House of Lords sejumlah 746 orang dan House of Common sejumlah 646 orang. “Bahkan peristiwa ini dilakukan dalam forum tertutup,” lanjutnya.

Diplomat berkacamata ini menjelaskan bahwa masalah kemerdekaan Papua justru bukanlah suatu hal yang menjadi isu. “Dari sisi keikutsertaan peserta dan parlemen yang hadir menunjukkan bahwa masalah kemerdekaan Papua telah mengalami downgrade,” ungkapnya.

Dirinya menambahkan bahwa masyarakat diharapkan tidak terpancing oleh hal-hal tidak signifikan dan masih menggunakan pola pikir lama untuk melihat masalah dalam negeri.
“Khususnya pandangan yang menggunakan referensi Indonesia di masa 1990-an, sedangkan dewasa ini banyak terjadi perubahan dan perbaikan di Papua terutama sejak diterapkannya otonomi Papua sehingga isu-isu pro-kemerdekaan ini tidak relevan,” imbuh Faiz.

Friends of Indonesia di Inggris menurut Jubir, juga telah memberikan masukan agar Indonesia tidak merisaukan aktifitas pro-kemerdekaan Papua karena selama ini digerakkan oleh orang-orang yang sama dan selalu apriori, tidak mau mengakui kemajuan yang terjadi di Papua.

Wakadiv Humas Polri Brigjen Pol Sulistyo Ishak menjelaskan bahwa kondisi Papua tak sekondusif Aceh. Dari data yang dimiliki polisi, Benny Wenda adalah narapidana kasus perusakan Polsek Abepura yang melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura pada tahun 2000.

Polisi telah meminta interpol untuk ikut menangkap Wenda. “IPWP pun tidak ada dan tidak signifikan di Inggris,” ujarnya di Mabes Polri kemarin (17/10).
Markas besar korps baju coklat itu menyebut jika di Papua masih terindikasi adanya upaya makar terkait pengerahan massa mendukung pembentukan kaukus International Parliament for West Papua (IPWP) di Jayapura Kamis lalu (16/10).

Sementara itu, terkait aksi unjuk rasa untuk mendukung peluncuran caucus International Parlement for West Papua yang melibatkan ribuan massa di Expo Waena Jayapura Kamis lalu, sebaiknya disikapi serius oleh pemerintah pusat di Jakarta. Sebab dengan begitu bukan mustahil akan berdampak serius pada ancaman disintegrasi bangsa. Hal itu dikemukakan Yance Kayame, SH Ketua Komisi A DPR Papua yang membidangi politik, luar negeri, pemerintahan dan Otsus kepada Cenderawsih Pos kemarin dikantornya.

“Kalau saya lihat sebaiknya pemerintah memang menseriusi masalah ini dan jangan anggap remeh,” tukasnya serius.

Ia mengatakan, soal tuntutan massa yang melakukan aksi demo itu dewan akan tetap kembali pada aturan main internasional, sehingga DPRP sendiri tak bisa menentukan sikap dalam masalah itu sebab urusan politik luar negeri adalah urusan pemerintah pusat. “Yang harus diingat disini adalah siapa PBB, jawabnya Indonesia juga adalah anggota PBB bahkan Indonesia juga masuk dalam anggota Dewan Keamanan PBB,” katanya.

Karena itu, ia yakin bahwa aspirasi itu akan ditampung dan ditindaklanjuti melalui mekanisme pembahasan masalah internasional. “Pemerintah pusat sudah tentu akan menyikapi dan menyampaikan msalah ini ke PBB apabila dianggap perlu karena Indonesia juga adalah anggota PBB dan anggota dewan keamanan PBB,” katanya.

Selanjutnya Yance Kayame berterima kasih kepada aparat yang sudah mengantar aksi demo sehingga berlangsung dengan damai. “Antisipasi yang dilakukan aparat sudah sudah cukup bagus,” ujarnya. Ia juga berterima kasih kepada kelompok masyarakat yang sudah menyampaikan aspirasinya secara tertib.

Lebih jauh, politisi gaek ini meminta pemerintah pusat dalam rangka meredam masalah – masalah Papua agar sebaiknya memperhatikan beberapa hal diantaranya adalah pertama, pemerintah pusat jangan selalu menganggap remeh masalah Papua. “Pemerintah jangan selalu anggap remeh masalah Papua, karena yang terjadi selama ini selalu begitu,” katanya.

Ia lalu mencontohkan sejumlah persoalan yang terkesan diselesaikan asal – asalan seperti pemaksaan pemekaran Provinsi Papua Barat atau mencangkok Perpu Nomor 1 tahun 2008 yang justru kontra dengan Otsus bahkan lagi diangkat menjadi acuan legalitas Provinsi Papua Barat.

Kedua, ia juga meminta pemerintah agar Otsus di dorong dan dilaksanakan secara murni dan konsekwen dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Ketiga, Yance Kayame

menilai para diplomat Indonesia di luar negeri dalam menyikapi masalah Papua di luar negeri tidak kawakan (tidak professional) dan akibatnya NGO, Parlement ataupun sejumlah pemerintah di beberapa negara dan pihak – pihak lain luar negeri seringkali mengembangkan masalah Papua secara negatif.

“Itu karena diplomat kita di luar negeri tidak kawakan, akibatnya NGO ataupun pihak – pihak lain di luar negeri seenaknya mempolitisir isu Papua di luar negeri hingga berkembang,” kilahnya serius.

Karena itu kata Yance Kayame, pemerintah perlu mereposisi para diplomat di luar negeri termasuk sejumlah menteri terkait diantaranya Menteru Luar Negeri, Menkopolhukam, Mendagri dan Kepala BIN. “Saya lihat selama ini mereka terkesan jalan sendiri – sendiri dan minim koordinasi. Jadi harus ada konsep serta kepastian operasional yang terukur bagi para diplomat di luar negeri untuk menjaga integritas NKRI,” ujarnya.

Untuk itu menurut dia sejumlah departemen terkait ini harus menyusun konsep operasioanal diplomat dan inteligen yang mampu memberikan data dan informasi kepada pemerintah agar dapat mengantisipasi dan mencegah hal – hal atau kegiatan – kegiatan yang mengancam disintegrasi bangsa yang cukup marak di luar negeri dengan baik, tepat dan benar.(ta/jpnn)

Exit mobile version