Munir Sadar dalam Ancaman – Munir Sadar dalam Ancaman

JAKARTA- Aktivis HAM Munir ternyata sudah menyadari posisinya dalam ancaman pembunuhan. Aksi pengungkapan kasus penculikan aktivis dan advokasi menjadi alasannya. Terlebih setelah Mayjen (pur) Muchdi Purwopranjono dibebastugaskan dari Danjen Kopassus.

Pengakuan itu diungkapkan Suciwati, istri mendiang Munir, saat menjadi saksi dalam lanjutan sidang pembunuhan aktivis HAM Munir dengan terdakwa Muchdi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin (16/9).

”Iki sing paling loro weteng pasti Muchdi. Soale de’e dadi Danjen Kopassus sek diluk. Awake dhewe kudu siap-siap, pasti kate entuk ancaman (Ini yang paling sakit perut adalah Muchdi. Soalnya, dia baru menjabat sebentar sebagai Danjen Kopassus. Kita harus siap-siap, pasti akan dapat ancaman, Red),” kata Suci menirukan perkataan suaminya dalam logat Jawa Timur yang kental.

Suci menjelaskan, istilah loro weteng yang dipakai suaminya bukan bermakna sebenarnya. “Loro weteng yang dimaksud artinya sakit hati,” jelas mantan aktivis buruh itu. Tidak hanya itu, ancaman juga dialami Suci setelah suaminya meninggal dalam perjalanan menuju Belanda pada 7 September 2004. Dia mengungkapkan, pernah menerima paket berisi kepala dan kaki ayam plus surat ancaman.

“Isinya, awas jangan libatkan TNI dalam kasus Munir atau Anda akan bernasib sama,” kata ibu dua anak itu. Beberapa ancaman lain juga pernah diterima seperti kiriman bom ke rumah mertua di Bekasi dan perusakan kantor Kontras.

Kesaksian Suci tersebut memperkuat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tentang motif Muchdi membunuh Munir. Dalam surat dakwaannya, JPU menyebut motif mantan Deputi V/Penggalangan BIN itu menghabisi Munir terkait kasus penculikan aktivis mahasiswa 1997 dan 1998 yang dilakukan Tim Mawar.
Kasus itu kemudian dibongkar oleh Munir. Faktor itulah yang membuat Muchdi sakit hati dan dendam terhadap Munir. Muchdi diberhentikan dari jabatan Danjen Kopassus yang baru diembannya 52 hari.
Dalam kesaksiannya, Suci juga menjelaskan kepergiannya ke Amerika Serikat untuk mengklarifikasi surat BIN yang diberikan ke Kongres AS. “Mereka mendukung saya untuk mendapat keadilan,” katanya. Hal yang sama didapatkan saat memenuhi undangan di Eropa. Namun, dia menolak jika hal itu disebut sebagai bentuk intervensi asing

Namun, kesaksian Suci dibantah Muchdi dan kuasa hukumnya. “Saya keberatan dengan pemberhentian saya dengan kesaksian yang menyebut loro weteng,” kata Muchdi yang selama sidang seksama mengikuti keterangan Suci. Selain Suci, saksi yang dihadirkan kemarin adalah Indra Setiawan, mantan Dirut Garuda

Sebenarnya ada dua saksi lain yang juga dijadwalkan, namun tidak hadir. Yakni agen BIN Budi Santoso dan Wakabin M. Asad. Menurut JPU, berdasarkan surat dari BIN, kedua saksi tersebut tengah menjalani tugas negara. Budi Santoso yang disebut-sebut saksi kunci saat ini berada di Pakistan

Dalam keterangannya, Indra mengakui, surat yang dikeluarkan untuk menempatkan Pollycarpus Budihari Priyanto -terpidana 20 tahun kasus Munir-, sebagai staf perbantuan dalam corporate security adalah untuk merespons surat permintaan BIN yang ditandatangani Wakabin M. Asad.

Indra yang juga sudah divonis satu tahun penjara dalam kasus Munir, mengatakan langsung merespons permintaan tersebut karena dua hal.

“Pertama, saya kenal Polly sebagai pilot senior dan telah bekerja 17 tahun. Kedua, surat resmi dari BIN,” ungkapnya.

Dia mengaku tidak mengetahui posisi Polly sebagai anggota jejaring nonorganik BIN yang direkrut Muchdi. Namun, ketika ditanya M. Luthfie Hakim, kuasa hukum Muchdi, tentang keterlibatan kliennya dalam surat tersebut, Indra menjawab diplomatis.

“Yang saya tahu, hanya ada dua nama (di dalam surat), yakni Polly (yang ditugaskan, Red) dan Asad (pembuat surat, Red,” kata Indra. Meski demikian, Indra mengaku pernah dua kali bertemu Muchdi, yakni di Kantor BIN dan di Hotel Mulia.

Setelah sidang, Luthfie mengatakan, keterangan Suci dan Indra tersebut menunjukkan adanya kesalahan-kesalahan fatal dalam penyusunan surat dakwaan oleh JPU. Dia juga meminta saksi Budi Santoso tetap dihadirkan. “Kalau hanya dibacakan BAP-nya, saya kira sidang akan menghukum secara tidak profesional,” tegasnya.

Majelis hakim yang diketuai Suharto kembali meminta JPU menghadirkan Budi dan Asad dalam sidang lanjutan Selasa, pekan depan. Seperti diketahui, Muchdi dijerat pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP jo pasal 340 KUHP atau pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 340 KUHP dengan hukuman pidana maksimal, yakni hukuman mati. Dia dianggap telah menyalahgunakan kekuasaan, memberi kesempatan atau sarana, atau sengaja menganjurkan orang lain yakni Polly melakukan pembunuhan terhadap Munir. (fal/iro)

Exit mobile version