Bisnis Miras TNI-Polri di Boven Digoel Telan Korban

Oleh : Tengget Digoel

Tanah Merah Digoel, Bodipost – Masih ingatkah anda akan aksi pembasmian rakyat Papua melalui Biomiliterisme (Peracunan makanan dan minuman) yang digelar Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia (TNI-Polri) di hampir seantero Papua beberapa waktu lalu? Kejahatan yang sukses mengantar ratusan orang Papua ke liang kubur dan ratusan lainnya mengalami gangguan kesehatan serius itu ternyata belum sepenuhnya dihentikan karena rupanya daya pembasmi dan dampak hukumnya dinilai lebih efektif ketimbang menggunakan senapan mesin. Di Boven Digoel, sebuah wilayah yang rakyat pribuminya pernah menjadi sasaran Operasi Biomiliterisme, sejak tiga bulan terakhir ini beredar sebuah minuman beralkohol dengan nama Aleksander.

Minuman Aleksander dibuat oleh TNI-Polri dan beberapa orang pengusaha non Papua melalui sebuah usaha yang bersifat patungan. Pabrik mereka didirikan secara tersembunyi di Assikie (area HPH Korindo Group). Menurut sebuah sumber BodiPost, bahan dasar minuman Aleksander adalah Air Hujan, Miras Jenis Robinson (RB), Alkohol 100%, Cairan zat tertentu (namanya belum diketahui) dan Teh Celup sebagai pewarna. Cara membuatnya, semua bahan dasar tadi disatukan dalam sebuah baskom atau loyang kemudian diaduk sehingga bahan dasarnya tercampur secara baik dengan rasa dan aroma yang bisa membangkitkan selera para pemabuk.

Masih menurut sumber tadi, label Miras Aleksander dibuat di Jakarta hanya untuk menipu pembeli seolah-olah pabriknya ada di Jakarta. “Para pembeli biasa tertipu, mereka pikir Aleksander dibuat di Jakarta oleh sebuah pabrik tertentu dan dipasarkan di seluruh Indonesia, padahal pabriknya ada di Assikie, dikelola secara bebas oleh TNI-Polri dan Miras jenis ini hanya dikhususkan untuk masyarakat Papua yang ada di kabupaten Boven Digoel,” ujarnya menjelaskan.

Selama tiga bulan terakhir, peredaran minuman Aleksander sangat marak di wilayah ini, terutama di Ibu Kota Tanah Merah dan sangat meresahkan penduduk setempat karena kadang-kadang penjualnya memaksa dan mengintimidasi penduduk agar membeli Miras jenis ini. Di hampir seluruh pelosok kota Tanah Merah, ribuan liter minuman Aleksander dipasarkan secara gelap oleh Intelijen TNI-Polri dari berbagai kesatuan dan benar-benar telah menelan korban jiwa.

Dari penelusuran BodiPost, semua korbannya tidak ada satupun yang non Papua. Semuanya orang Papua, pribumi Boven Digoel. Korban-korban ini langsung meninggal dunia setelah mengkonsumsi Aleksander. Mereka adalah (1) Geradus Omba, asal suku Wambon, warga Kampung Persatuan, Tanah Merah; (2) Fransiskus Kabagaimu, asal suku Yahray (Mappi), warga Kampung Sokanggo, Tanah Merah; (3) Ferdinandus Metemko, asal suku Muyu, warga Kampung Sokanggo, Tanah Merah; (4) Abraham Waken, asal suku Muyu, Kampung Sokanggo, Tanah Merah. Para korban ini meninggal dunia setelah mengkonsumsi minuman Aleksander yang dijual oleh Intelijen TNI-Polri.

Sedangkan ratusan korban lainnya tidak meninggal dunia tetapi mengalami gangguan kesehatan yang cukup serius. Pada umumnya mereka mengalami gangguan pernafasan, gangguan pencernaan, sakit kepala berkepanjangan, gangguan ingatan, disfungsi seksual, gangguan pengelihatan (gejala kebutaan), sakit tulang, nyeri pada lutut (gejala lumpuh) dan berkurangnya nafsu makan. Mereka mengalami gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi Alexander dan beberapa jenis Miras lainnya seperti RB dan Cap Tikus.

Mahalnya biaya pengobatan akibat penghisapan Pemerintah Kabupaten atas rakyat setempat lewat sektor kesehatan dan infrastruktur kesehatan yang tidak memadai seperti dijanjikan para pejabat dalam kampanye-kampanye politik mereka turut menambah beban bagi para korban maupun keluarga keluarga mereka yang harus putar-otak mencari biaya pengobatan dan pemulihan kesehatan.

Beberapa suster dan mantri asli Papua yang tidak lagi mampu membungkus kejahatan TNI-Polri mengatakan bahwa para korban yang menderita sakit ini (nama-nama mereka masih didata) diperkirakan kondisi mereka tidak akan stabil seperti sebelum terserang racun yang sengaja disebar lewat minuman Aleksander, RB dan Cap Tikus.

Sampai berita ini ditulis, minuman Aleksander masih dijual secara bebas tetapi karena dampaknya yang fatal, para pembeli beralih membidik Miras jenis lain seperti RB dan Cap Tikus. RB dan Cap Tikus diketahui tidak bisa langsung menyebabkan kematian seperti Aleksander. Kedua jenis minuman ini dipasok dari Merauke, Timika dan dari luar Papua oleh TNI-Polri dan pedagang gelap lainnya yang dibeking TNI-Polri. Beberapa saksi mata menyebutkan, untuk memudahkan penyelundupan dan menghindari pemeriksaan di depan publik, Miras selundupan ini selalu diangkut bersama logistik Militer TNI-Polri melalui jalur darat, laut maupun udara sehingga tidak ada satupun petugas yang boleh memeriksa.

Salah satu pedagang gelap yang dibeking TNI-Polri secara berlapis adalah istri bupati Yusak Yaluwo, Ny. Ester Lambey Yaluwo. Ketua Dharma Wanita kabupaten Boven Digoel yang sering dijuluki “Mama Boven Digoel” ini merupakan pemasok terbesar RB dan Cap Tikus yang langsung didatangkan dari Manado. Ia secara diam-diam telah meraup keuntungan yang besar dari bisnis gelap yang bersifat merusak ini.

Dilihat dari peluang bisnis, wilayah pemasaran dan konsumen yang ada, rupanya wanita Manado ini akan terus dengan leluasa mengembangkan bisnisnya untuk meraup keuntungan yang tidak sedikit dari hancurnya mental generasi muda, konflik keluarga, gangguan kesehatan yang serius dan kematian rakyat setempat akibat mengkonsumsi RB dan Cap Tikus yang dipasok secara langsung dari tanah leluhurnya dan dipasarkan secara bebas di tanah leluhur suaminya.

Sejumlah kalangan berprediksi bahwa bisnis Miras yang ditekuninya mempunyai prospek yang sangat cerah. Bisnisnya dipastikan akan meroket dengan omzet yang meningkat dari hari ke hari diiringi dengan jumlah korban yang pasti terus berjatuhan karena dirinya mendapat dukungan modal, jalur bisnis gelap, keamanan, jaminan hukum dan propaganda media massa untuk putar-balik fakta. Dukungan ini diperoleh dari suaminya sebagai orang nomor satu di kabupaten Boven Digoel, sebuah kabupaten yang mempunyai reputasi jelek karena manajemen pemerintahannya amburadul, korup, rasis dan anti rakyat pribumi.***

Exit mobile version